SAYA begitu ingin ke Afrika lagi. Terutama ke negara-negara yang menerima investasi Tiongkok besar-besaran. Kontroversinya besar sekali. Di media: berkah atau jeratan.
Jadi ingin lihat sendiri: seperti apa.
Seperti saat ke Riyadh kemarin: ternyata di Riyadh saya tidak sekali pun bisa see you can see.
Saya terkesan membaca tulisan Nurseto Ardiputranto yang lagi keliling Eropa. Terutama saat ia tiba di Paris dari Amsterdam: naik bus umum. Semalam suntuk. Pagi-pagi tiba di Paris: pesan Uber. Sopirnya bernama Salim. Asal Guinea.
Nurseto alumni ITB. Aktif mengembangkan gerakan rasional. Tidak percaya peristiwa Kapal Nabi Nuh.
Setiap menuliskan namanya Nurseto selalu memakai huruf Jawa: ꦤꦸꦂꦱꦺꦠꦺꦴꦄꦣꦶꦥꦸꦠꦿꦤ꧀ꦠꦺꦴ.
Nama dalam huruf Jawa itu yang ditulis pertama. Baru di bawahnya diberi dalam kurung ''()''. Di dalam ''()'' itulah nama Nurseto Adiputranto ditulis.
Dengan naik bus itu Nurseto sudah naik apa saja selama keliling Eropa: pesawat, kereta api lewat terowongan bawah laut antara London-Paris dan pun naik bus.
"Dari Amsterdam jam 00.00, tiba di Paris jam 07.00. Dari terminal bus saya naik Uber menuju hotel. Driver-nya berkulit hitam dan ramah sekali. Ia memperkenalkan diri sebagai Salim".
Sepanjang perjalanan macet. Parah. Menuju hotel macetnya sangat parah. Salim jadi bisa banyak bercerita: ia pernah tinggal di Amsterdam selama 7 tahun. Ia bilang Amsterdam lebih bersahabat daripada Paris. Tapi ia memilih Paris untuk mengais rezeki karena istrinya, yang juga dari Guinea, tidak bisa berbahasa Belanda.
Di Paris, Salim membujang: kontrak kamar ukuran kecil. Istri dan anak-anaknya tinggal 200 km dari Paris. Seminggu sekali Salim pulang menengok keluarganya.
Salim punya 5 anak. Dua di antaranya sudah selesai sekolah. Yang satu sudah kerja sedangkan satunya baru cari kerja.
Salim seorang muslim asal Guinea. Ia bertanya tentang agama saya. "Kami Muslim". Aku ngaku Muslim untuk mengurangi risiko kriminalitas.
Salim senang. "Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia," katanya. Ia tampak senang karena penumpangnya seiman. Lumayan…, rasa was-was kami berkurang.
Salim bercerita tentang negeri asalnya. "Di Guinea, dulu, sulit cari kerja. Namun sekarang, setelah investor dari China masuk ke Guinea, perekonomian membaik".
"Dahulu, Guinea adalah koloni Prancis. Dengan Prancis, perekonomian berhenti di tempat".
Salim bilang: China jauh lebih baik dari Prancis. Ibaratnya, bila Prancis dapat 100 dari Guinea, hanya 20 yang dibagikan ke rakyat Guinea.
Dengan China, bila China dapat 100, yang 50 dikembalikan pada rakyat Guinea. Orang dan negara China sangat dicintai rakyat Guinea.
Dari percakapan, tampak kecerdasan Salim di atas rata-rata rakyat Guinea: 56. Bahkan IQ Salim mungkin sudah di atas rata-rata IQ orang Indonesia yang hanya 78,45.
Begitulah kisah Nurseto.
Berarti saya harus ke Guinea. Jauh sekali. Di pantai barat Afrika.
Saya ingin Sadio Mane mengundang saya ke sana. Dari Senegal bisa ke Guinea. Tapi ia tidak kenal saya. Walhasil: tidak bisa cari yang gratisan. Maka saya akan cari uang dulu untuk bisa ke sana.
Sekalian ingin mencari tahu: mengapa Guinea hebat. Sampai pulau Papua disebut sebagai Guinea Baru –New Guinea. Yang nama itu sampai diabadikan sebagai nama negara oleh tetangga kita di belahan timur Papua.
Anda sudah tahu: sebutan New Guinea asalnya hanya karena penduduk Papua berambut keriting dan berkulit hitam. Maka ketika Portugis dan Spanyol ''menemukan'' pulau itu mereka melihat kok penduduknya sama dengan orang Guinea.
Tapi mengapa dianggap sama dengan Guinea? Kok tidak dianggap sama dengan Ethiopia –sehingga menamakan Papua dengan New Ethiopia?
Tentu karena Portugis dan Spanyol dekat dengan Guinea. Sama-sama di bibir lautan Atlantik. Ketika Portugis dan Spanyol mencari pala, merica, dan cengkih sampai ke Tidore, tentu lewat Guinea. Belum ada terusan Suez waktu itu.
Bisa jadi pelabuhan pertama tempat mereka singgah ya di Guinea itu. Bukan di Maroko.
Maroko terlalu dekat. Dan lagi di Maroko ada suku yang mereka benci: suku Barbar. Warna kulit dan keriting rambutnya sama. Tapi lebih menakutkan.
Bisa jadi para pelaut Portugis lebih terkesan ke Guinea. Sampai Papua tidak mereka sebut New Barbar.
Tiongkok kini praktis menguasai Afrika. Boleh dikata: Afrika yang ditinggalkan Eropa langsung diisi oleh Tiongkok.
Rasanya Eropa tidak menyesal meninggalkan Afrika. Yang menyesalkan justru sekutu Eropa: Anda sudah tahu siapa.(Dahlan Iskan)
Kategori :