Divonis Lebih Ringan Terdakwa Kasus Korupsi Pembangunan Stadion Mini Sungai Penuh

Suasana persidangan kasus korupsi pembangunan Stadion Mini Sungai Penuh--

JAMBI -  Vonis terhadap terdakwa Syafrida Iryani, yang terjerat kasus korupsi pembangunan Stadion Mini di Kecamatan Sungai Bungkal, Kota Sungai Penuh lebih rendah dari tuntutan Jaksa.


Syafrida Iryani, dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jambi, dengan hukuman 1 tahun 3 bulan kurungan penjara, dan dikenakan denda sebesar Rp 50 juta.


Sidang ini diketuai oleh Tatap Urasima Situngkir. Dalam kasus ini, Syafrida Iryani diketahui menjabat  sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pembangunan Stadion Mini tersebut.
Ketua majelis hakim, Tatap Urasima Situngkir menyebutkan, beberapa poin penting menjadi dasar dalam keputusan tersebut.

BACA JUGA:Siap Perkuat Visi Prabowo Wujudkan Swasembada Pangan

BACA JUGA:Pastikan Mahasiswa Tidak Terhalang Biaya Kuliah Mendikti Janjikan Perbaikan Kebijakan Pendidikan


"Terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenangnya dengan memanfaatkan posisi, kesempatan, dan sarana yang ia miliki," kata dia.


"Safrida juga dinyatakan mengetahui bahwa kendali atas kontrak berada di tangan saksi Yusrizal," timpalnya.
Selqin itu, pada fakta di persidangan mengungkapkan bahwa, Syafrida menyadari adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan lapangan dengan perencanaan atau kontrak yang telah disepakati.


"Akibat dari tindakan terdakwa, negara dirugikan dengan nilai sekitar Rp 152 juta," timpalnya.
Atas dasar itu, hakim pun memutuskan bahwa Syafrida Iryani, secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.


"Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan dan dikenakan denda sebesar Rp 50 juta," sebut majelis hakim.
Sambungnya, jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan menjalani kurungan tambahan selama 1 bulan. Selain itu, biaya perkara sebesar Rp 5.000 juga dibebankan kepada terdakwa.


Di akhir sidang, pengacara Syafrida mengungkapkan bahwa ,pihaknya masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding terhadap vonis ini.
Hakim memberikan waktu selama 7 hari bagi terdakwa dan kuasa hukumnya untuk memutuskan langkah selanjutnya.


Dengan vonis ini, babak baru dalam perjalanan hukum Safrida Iryani dimulai, membawa pelajaran penting tentang bagaimana kekuasaan dan tanggung jawab harus dijalankan secara hati-hati.


Sebelumnya, Syafrida Iryani tak kuasa menahan air matanya ketika menyampaikan Pledoi (Pembelaan) didepan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi, pada Senin, 14/10/2024.


Syafrida Iryani adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) 6 tahun penjara dan denda 200 juta.

Jabatan selaku PPK pembangunan Stadion Mini berakhir pada 21 Desember 2022. Sehingga pertanggungjawaban, sebatas serah terima jabatan pertama kepada Kadispora selaku pengguna anggaran.



Terungkap, ada sejumlah nama yang disebut-sebut terdakwa dalam nota pembelaan pribadinya yang dibacakan dalam sidang yang pimpin Ketua Majelis Hakim, Tata Urasima.



Pihak yang dia sebut dinilai ikut bertanggungjawab dalam pekerjaan stadion mini. Menurut ahli, lanjutnya, seseorang yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah orang yang memiliki kewenangan.



"Saya menuntut kepada yang mulia majelis hakim dan jaksa penuntut umum, karena terzolimi dan dikriminalisasi dalam kasus ini,” sebut Syafrida.  

Ia mencontohkan, Direktur CV Saputra Handoko, tidak ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, menurut Syafrida, dia bertanggungjawab penuh dalam pelaksanaan pekerjaan stadion mini adalah direktur perusahaan.

Menurut terdakwa, dalam penetapan dirinya sebagai tersangka, jaksa penyidik sengaja memilah-milah siapa yang bisa dijadikan tersangka, tanpa melihat siapa yang berwenang dan bertanggungjawab.  

Selain PPTK, Syafrida juga menyeret Don Fitri Jaya selaku Penguna Anggaran (PA) pekerjaan. Menurutnya, pengguna anggaran adalah orang yang berwenang dalam pembangunan Stadion Mini Kota Sungai Penuh dari awal hingga pekerjaan rampung.

Selain itu, pengguna anggaran mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) pencairan 30 persen. Saat terdakwa sedang izin. Anehnya, didalam surat pertanggungjawaban mutlak, yang artinya telah meneliti dan bertanggungjawab penuh atas kebenaran data.



"Saat pencairan anggaran saya tidak berada di tempat karena izin beribadah, tapi pengguna anggaran tetap menggunakan tandatangan saya. Tetapi bukan saya yang menandatangani," sebut Syafrida.



Kasus yang sedang dihadapinya saat ini, dirinya merasa terzholimi. Untuk itu, ia memohon kepada majelis hakim untuk mendapatkan keadilan.(mg05/zen)

Tag
Share