Airlangga Tegaskan Transaksi Elektronik Tidak Kena PPN 12 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan transaksi pembayaran virtual melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-Money seperti e-toll tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. PPN 12 persen ha-(ANTARA/HO-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian -
JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa transaksi pembayaran virtual, seperti yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-money (seperti e-toll), tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Menurutnya, PPN hanya dikenakan pada nilai barang, bukan pada sistem transaksi.
"QRIS itu tidak ada PPN, sama seperti transaksi menggunakan kartu debit dan jenis transaksi lainnya. PPN hanya dikenakan pada barangnya, bukan pada sistem pembayaran," ujar Airlangga saat konferensi pers di Kota Tangerang, Banten.
Pernyataan tersebut merespons isu yang beredar mengenai penerapan PPN 12 persen pada transaksi uang elektronik, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Airlangga menjelaskan bahwa meskipun PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen, hal ini tidak berlaku untuk transaksi sistem pembayaran seperti QRIS dan e-money.
BACA JUGA:Tim Kuasa Hukum Ustadz Wahyu Ajukan Praperadilan di Kasus Dugaan Pelecehan 12 Santri di Jambi
BACA JUGA:Sambut Libur Natal dan Tahun Baru, Nikmati Festival Kuliner Pertama di Puri Selincah
Ia juga menambahkan bahwa negara-negara Asia lainnya yang telah mengadopsi QRIS, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand, juga tidak mengenakan PPN untuk transaksi dengan sistem tersebut.
"Jika menggunakan QRIS di negara-negara tersebut, tidak ada PPN. Begitu juga di Indonesia, sistem pembayaran tidak dikenakan PPN," tegasnya.
Selain itu, Airlangga juga memastikan bahwa PPN 12 persen tidak akan dikenakan pada barang-barang kebutuhan pokok seperti tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri.
Sektor lain yang juga bebas dari PPN termasuk tarif tol, layanan kesehatan, dan pendidikan, kecuali untuk barang dan jasa tertentu yang ditentukan khusus.
BACA JUGA:Menanam Sayuran di Botol Bekas
BACA JUGA:Tips Merawat Aquascape
"PPN naik 1 persen, dari 11 persen menjadi 12 persen. Dampaknya terhadap inflasi tidak akan terlalu signifikan dan tidak berpengaruh besar pada perekonomian nasional," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengenaan PPN terhadap layanan uang elektronik telah berlaku sejak UU PPN No. 8 Tahun 1983.
Pada revisi peraturan dalam UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) No. 7 Tahun 2021, layanan uang elektronik tetap dikenakan PPN, termasuk biaya layanan dan komisi dari transaksi e-money dan e-wallet. Namun, nilai uang elektronik, saldo, atau reward points tidak dikenakan PPN.
"PPN dikenakan pada biaya administrasi atau komisi yang dibebankan penyelenggara layanan, seperti biaya top-up saldo atau biaya merchant discount rate (MDR)," terang Dwi Astuti.
BACA JUGA:Ide Daur Ulang Sampah Plastik
BACA JUGA:Pj Bupati Apresiasi ToT Metode 30 Menit Bisa Baca Al Quran
Sebagai contoh, jika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dengan biaya administrasi Rp1.000, PPN 12 persen yang dikenakan akan menjadikan total biaya menjadi Rp1.120, dengan tambahan PPN sebesar Rp120. Sementara itu, transaksi transfer dana atau penggunaan saldo tanpa biaya tambahan tidak akan dikenakan PPN. (*)