Pengamat: Kemunduran Demokrasi! Wamendagri Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD

Wamendagri Bima Arya.--


Masyarakat pun bisa semakin terasing dari kesadaran akan pentingnya berpartisipasi dalam proses politik. Tentu juga akan melemahkan keterlibatan masyarakat.


Salah satu risiko utama munculnya wacana kepala daerah dipilih DPRD adalah patronage politics atau politik balas jasa.  


"Karena DPRD dapat memilih calon kepala daerah yang memiliki hubungan dekat dengan anggota DPRD, bukan berdasarkan kapasitas dan visi kepemimpinannya," jelas Verdy.  


Selain itu, dinamika politik di DPRD yang sering kali kompleks dan menuai polemik di masyarakat dapat pula memengaruhi stabilitas pemerintahan daerah.


Di sisi lain, kapasitas DPRD dalam menjalankan fungsi pemilihan juga perlu dipertanyakan.
DPRD dinilai perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang memadai untuk menjalankan tugas berat tersebut.  


Jika yang menjadi alasan dari wacana ini karena pemilihan kepala daerah menghabiskan biaya politik yang cukup tinggi, itu terjadi karena fenomena politik uang yang dilakukan kandidat juga cukup tinggi.  
Pasalnya, banyak kandidat di berbagai daerah menciptakan komunikasi politik yang tidak sehat.
Ketimbang meyakinkan pemilih dengan tawaran tentang visi-misi yang konkret, mereka cenderung memilih menggunakan uang sebagai alat untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat.  


"Ini adalah bentuk komunikasi politik yang tidak sehat," ujar Verdy.


Menurut Verdy, politik berbiaya tinggi cenderung transaksional daripada membangun koneksi substantif dengan pemilih.


Implikasinya, biaya politik yang tinggi dapat menghambat partisipasi politik calon independen dan partai politik kecil.
"Akhirnya menciptakan oligarki politik, serta memicu praktik korupsi," jelasnya.  


Jika pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini dipaksanakan, resistensi dari masyarakat bisa terjadi.
Sebab, mayoritas publik masih memiliki persepsi bahwa pemilihan langsung adalah bentuk demokrasi yang lebih utuh.


Kepercayaan publik terhadap DPRD yang cenderung rendah juga bisa memicu resistensi lebih besar.
"Tentu saja ini kemunduran demokrasi karena menghilangkan hak mereka untuk memilih langsung kepala daerah," jelas Verdy.


Anda sudah tahu, usulan perubahan sistem Pilkada sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo saat pidato HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024 lalu.  
Prabowo mengajak seluruh ketua umum partai politik yang hadir dalam acara tersebut untuk mendukung wacana tersebut. Sebab sistem politik dalam demokrasi pemilihan langsung dianggap berbiaya mahal atau high cost politics.


Menurutnya, sistem politik dengan pemilihan langsung menghabiskan banyak uang negara dalam hitungan hari.  
Tidak hanya itu, para tokoh politik juga harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Prabowo pun memberikan contoh Malaysia, Singapura hingga India yang sudah melakukan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Nantinya para anggota DPRD menjadi penentu terpilihnya calon kepala daerah. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan