Komnas HAM Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto
PAHLAWAN: Penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo, Senin (10/11) lalu.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent j
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan persetujuan dan penolakannya secara tegas atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto.
Penolakan ini dikeluarkan tak lama setelah Presiden RI menganugerahkan gelar tersebut, pada Senin 10 November 2025 bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan.
Komnas HAM menilai, menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mencederai fakta sejarah, dan merugikan cita-cita reformasi, terutama dalam upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama masa Orde Baru.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah menegaskan, Komnas HAM memiliki bukti dan hasil penyelidikan yang menunjukkan adanya peristiwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan di bawah rezim Soeharto.
BACA JUGA:Konflik Lahan SAD Perlu Solusi Lintas Kementerian
BACA JUGA:Gaji SPPI Batch III Cair Minggu Ini
“Peristiwa-peristiwa tersebut telah meminta Komnas HAM dengan kesimpulan merupakan pelanggaran HAM yang berat sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” tegas Anis Hidayah, Rabu 12 November 2025.
Catatan kelam yang disampaikan Komnas HAM meliputi Peristiwa penembakan misterius (Petrus), Tragedi Talangsari, Peristiwa 1965/1966, dan Tragedi Semanggi dan Trisakti.
“Peristiwa-peristiwa tersebut mendesak Komnas HAM dengan kesimpulan merupakan pelanggaran HAM yang berat sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Anis.
Komnas HAM berpendapat bahwa selama proses penyelesaian yudisial terhadap kasus-kasus tersebut belum tuntas, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh yang diduga kuat terlibat dalam pelanggaran HAM berarti merupakan bentuk pengungkapan terhadap keadilan korban dan keluarga.
Anis menegaskan bahwa penetapan Pahlawan Nasional tidak serta merta memberikan impunitas atas berbagai kejahatan HAM yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto.
“Penetapan Soeharto tidak hanya melukai para korban pelanggaran HAM yang berat, namun juga keluarganya yang masih terus menuntut hak-haknya sampai saat ini. Berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang berat harus terus diproses, diusut, dan dituntaskan demi kebenaran dan kebenaran yang hakiki,” tegas dia.
Meskipun menyayangkan keputusan pemerintah, Komnas HAM menegaskan bahwa penetapan gelar pahlawan tersebut tidak akan menghentikan upaya hukum dan penyelidikan yang sedang berlangsung terkait pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru.
Komnas HAM mendesak pemerintah untuk meninjau kembali keputusan ini dan lebih mengedepankan proses rekonsiliasi dan penegakan hukum dalam kerangka Hak Asasi Manusia.