Kopi Bahagia

Disway--

HIDUP itu ibarat ''sekadar mampir minum''. Sebentar sekali. Setuju. Masalahnya, ''minum apa?"
Bagi penggemar kopi, ''hidup itu sekadar mampir minum kopi''. Saya tertawa. Lucu. Pun orang di sekitar saya.

Mereka adalah penggila kopi. Mereka lagi kumpul di Galaxy Mall 3 Surabaya Timur. Ada acara ''Cofiesta'' di situ. Selama lima hari. Ada kompetisinya. Banyak yang membuka gerai. Mulai yang jualan kopi sampai yang memamerkan alat-alat masak kopi.

BACA JUGA:DJP Lakukan Pendalaman Soal Dugaan Data NPWP Bocor

BACA JUGA:Keppres Pengunduran Diri Pramono Anung Diteken


Penggiat  kopi se Indonesia kumpul. Bahkan ada gerai yang dari Thailand dan Jepang. Saya diundang melihat gerai-gerai itu. Saya pun nyangkut di gerai teman lama. Milik Benny. Ada dukun kopi di situ. Nama aslinya Ade. Ia sekolah computer science di Australia. Juga di Amerika. Lalu buka kafe di Surabaya.


Ada Jonathan. Anda masih ingat ia: pemilik bengkel supercar yang juga alumnus Amerika. Saya kenal ayahnya. Pernah kerja di grup Pembangunan Jaya. Di grup Ciputra itu ia berteman dengan Budi Karya Sumadi –yang kelak menjadi menteri perhubungan. Rumah sang ayah didesain oleh arsitek Budi Karya.


Lalu, di gerai tersebut, ada Nasrullah Alfarisi. Anda juga pasti masih ingat nama itu. Kalau tidak ingat berarti Anda penggemar kopi imitasi.


"Saya baru pulang tadi malam," ujarnya. Saya langsung tahu ia pulang dari mana: dari tengah laut. Pekerjaannya memang di lapangan minyak di selat Makassar. "Tengah malam saya langsung goreng kopi-kopi ini," katanya. "Sampai pukul 02.00," tambahnya.


Ia pun menunjuk deretan tabung yang ditata seperti di lab pemeriksaan darah. Dijejer seperti itu. Hanya ukuran tabungnya sedikit lebih besar.
Saya hitung jumlah tabung di situ: 23 tabung. Isinya berbagai jenis kopi. Dari berbagai negara. Satu tabung satu jenis. Beratnya 15 gram.


Saya pun diminta merasakan meminum salah satunya. Suruh pilih. Saya bingung. Semuanya selected-limited. Saya minta salah satu yang ada di kerumunan itu untuk memilihkan.
"Yang ini," ujar Budi Liu, penggila kopi di situ. Saya ambil tabung itu. Saya baca labelnya: Finca Las Flores. ''Finca'' adalah nama kebun kopi. ''Las Flores'' adalah daerah asalnya.


Saya tahu: Pulau Flores juga menghasilkan kopi yang terkenal. Di daerah Bajawa. Maka ''Finca Las Flores'' saya kira kopi dari Pulau Flores.
"Ini kopi dari Colombia," katanya. Itu kelebihan mereka. Sudah tidak lagi hanya menyebut nama daerah. Toraja, Gayo, Aceh, Sidikalang, Trawas, Sukabumi, Lampung, dan seteruanya. Mereka sudah menyebut lebih detail. Ibaratnya dari Toraja yang mana. Atau Gayo yang petak mana.


Tentu banyak kebun kopi di Toraja. Atau Gayo. Sama-sama Las Flores tiap kebun di Las Flores menghasilkan kualitas yang berbeda. Mestinya begitu juga di Sidikalang atau Lampung.


Tabung Finca Las Flores pun dibuka. Benny yang mengerjakan. Benny memasukkan kopi sebanyak 15 gram itu ke mesin mini penggerus kopi. Yang ukurannya sebesar tumbler kecil. Ujungnya diputar pakai engkol. Di tangan Benny dalam dua menit kopi pun lembut.


Pemasak air pun dipasang. Dipanaskan sampai 95 derajat Celsius. Bubuk kopinya dituang ke atas kertas gelombang. Kertas itu berfungsi sebagai penyaring dan corong.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan