JAMBIKORAN.COM - Ki Darmaningtyas merupakan seorang pengamat pendidikan menilai bahwa fenomena joki skripsi , terutama tugas akhir skripsi bagi siswa akan sulit diberantas.
Apalagi, fenomena joki skripsi sudah ada sejak tahun 1980-an.
Pemerintah akan kesulitan jika melacak satu per satu jasa joki skripsi dan siswa yang menggunakannya.
Selain itu, penyedia jasa joki tugas kini terang-terangan promosi di media sosial atau melalui endorse influencer.
BACA JUGA:Rekomendasi Perpustakaan Terbaik untuk Para Pejuang Skripsi di Kota Jambi
BACA JUGA:Kurikulum Merdeka Kurangi Kesenjangan Pendidikan
“Kalau pelaku joki Skripsi yang dimaksudkan adalah joki skripsi, rasanya sulit ditindak karena sekarang beriklan mungkin lewat media sosial,” ujar Ki Darmaningtyas dikutip dari disway.id.
"Pemerintah tidak mungkin melototi media sosial setiap warga untuk melihat apakah ada joki skripsi atau tidak",lanjutnya
“Kalau dulu mereka iklannya lewat iklan kolom di koran-koran sehingga mudah dilacak alamat webnya,” jelas Ki Darmaningtyas.
Penindakan pun masih terhambat karena pelaku tidak selalu menangkap tangan apa siswa yang sedang pesan skripsi ketika disidak.
BACA JUGA:Pj Bupati Raden Najmi Hadiri Pembaretan dan Pendidikan Anggota Satpol-PP
BACA JUGA:Indonesia dan Papua Nugini Sepakati Kerja Sama Transportasi, Pendidikan dan Kesehatan
Meskipun melihat ada mahasiswa yang pesan skripsi, mereka juga berkilah bahwa itu adalah konsultasi skripsi atau jasa bimbingan.
"Berkedok jasa bimbingan atau konsultasi skripsi, penjaja jasa tersebut juga menerima pembuatan skripsi secara penuh. Memasang tarif di kisaran 3 juta hingga 4 juta, bisnis jasa ini tidak segan berpromosi melalui iklan surat kabar."
Penulis buku Pendidikan Rusak-rusakan tersebut juga mengungkapkan bahwa permintaan pasar semakin meningkat.