Akaber, yang saat ini tinggal di sebuah tenda di pantai Kota Deir al-Balah, seperti kebanyakan warga Palestina di Jalur Gaza, terpaksa mengungsi dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel yang masih berlanjut.
BACA JUGA:Air Bersih Sudah Masuk ke Persil-Persil di IKN
BACA JUGA:Gol Tunggal Giulia Gwinn Antar Jerman Raih Medali Perunggu Sepak Bola Putri di Olimpiade 2024
"Sejak saya meninggalkan rumah saya di Gaza City 10 bulan lalu, saya tidak pernah menemukan satu tempat pun yang memenuhi kebutuhan dasar manusia. Hal terburuk adalah kurangnya air dan perlengkapan kebersihan pribadi," ujar Akaber.
Noaman Nassar, anak Palestina lainnya yang berusia sembilan tahun, menderita penyebaran jerawat dengan komedo putih dan hitam di sekujur tubuhnya.
"Saya tidak bisa mengenakan pakaian apa pun karena rasanya sakit. Saya tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk tubuh saya sepanjang waktu," ungkap bocah laki-laki itu.
"Saya pergi berenang di laut dengan ayah saya untuk menghilangkannya, tetapi semua upaya itu gagal, dan rasa sakit saya semakin bertambah dari hari ke hari." tambahnya.
Dengan terbatasnya akses air dan sanitasi, penyakit menular dan infeksi kulit terus merajalela di seluruh Gaza, menurut laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) pada akhir Juli lalu.
Marwan al-Hams, Direktur Rumah Sakit Naser di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, mengatakan kepada Xinhua bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang, termasuk anak-anak, pria dan wanita, yang terjangkit penyakit kulit.
Kelebihan kapasitas pengungsi di daerah-daerah yang mengalami krisis air, kebersihan, dan sistem pembuangan limbah telah menyebabkan penyebaran penyakit, termasuk penyakit kulit di kalangan anak-anak, tambahnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa sebanyak 103.385 kasus penyakit kudis dan kutu, 65.368 kasus ruam kulit, dan lebih dari 11.000 kasus cacar air telah tercatat per 30 Juni.
Marwan al-Hams, Direktur Rumah Sakit Naser di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, mengatakan kepada Xinhua bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang, termasuk anak-anak, pria dan wanita, yang terjangkit penyakit kulit.
Dia menambahkan bahwa situasi ini semakin diperburuk oleh kurangnya pengobatan untuk kondisi-kondisi tersebut, yang meningkatkan risiko penularan infeksi kepada mereka yang terluka dalam serangan Israel.
"Kami dapat mengatakan bahwa Gaza saat ini sedang mengalami bencana kesehatan," ungkap al-Hams.
Ia juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk membantu masyarakat di Gaza dengan menekan Israel agar mengizinkan pasokan medis dan peralatan medis masuk ke Gaza sesegera mungkin.(*)