JAKARTA – Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Naswardi, mendorong para sineas Tanah Air untuk lebih berani memproduksi film dengan klasifikasi usia 21 tahun ke atas, mengingat tingginya permintaan pasar terhadap jenis tontonan tersebut.
Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers Anugerah LSF 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (13/8).
“Banyak pelaku industri film yang menghindari klasifikasi 21+, padahal permintaan terhadap film nasional dengan klasifikasi ini sangat tinggi. Ini yang perlu kami dorong,” ujar Naswardi.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun film untuk usia 21 tahun ke atas memiliki pangsa pasar tersendiri dan terbukti bisa meraih jutaan penonton, jumlah produksinya masih tergolong minim dibanding film dengan klasifikasi 17+ atau Semua Umur (SU). Dari sekitar 58 ribu film yang disensor antara 2023 hingga 2024, hanya sebagian kecil yang masuk kategori 21+.
BACA JUGA:Bupati Batang Hari Kukuhkan Anggota Paskibraka 2025 Jelang HUT RI ke-80
BACA JUGA:OST ''Golden'' Raih Puncak Billboard Hot 100 Dari Film KPop Demon Hunters
Naswardi juga mencatat adanya kecenderungan sineas untuk mengajukan revisi klasifikasi usia setelah proses sensor, baik untuk menaikkan maupun menurunkan klasifikasi, demi menyesuaikan target pasar.
Sementara itu, Ketua Komisi I LSF Wiwid Setya menjelaskan bahwa film berkategori dewasa bisa lolos sensor asal tetap berada dalam koridor kepatutan.
“Misalnya konten seksual, kalau tidak dimaksudkan untuk membangkitkan syahwat, bisa dikategorikan sebagai 21+. Begitu juga dengan kekerasan, selama tidak brutal dan melanggar hukum, masih bisa diterima,” jelas Wiwid.
Ia menambahkan, film-film berklasifikasi 21+ justru memiliki peluang lebih besar untuk diapresiasi di tingkat internasional karena dinilai mewakili kebebasan berekspresi para pembuat film.
“Sineas bisa membawa film mereka ke festival internasional sebelum diajukan ke LSF untuk penayangan di dalam negeri,” pungkasnya. (*)