Jenewa - Kepala Urusan Bantuan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths memperingatkan adanya kemungkinan perpindahan warga Palestina yang terjebak di Rafah ke Mesir, jika Israel bersikeras melancarkan operasi militernya terhadap kota di Jalur Gaza selatan itu.
Dia menyebut lebih dari satu juta orang hidup sebagai pengungsi di Rafah. Mereka menyelamatkan diri dari serangan udara Israel dan berlindung di tenda-tenda pengungsian.
BACA JUGA:Ada yang Terbuat dari Usus Babi,Ini Dia 5 Makanan 'Tak Lazim' yang di Korea Selatan
BACA JUGA:Tips Mengatasi Stres dengan Makanan yang Tepat
"Akan menjadi 'mimpi buruk' jika mereka terpaksa menyeberang ke Mesir jika terjadi serangan Israel terhadap Rafah," kata Griffiths dalam pertemuan di Jenewa, Kamis 15 Februari 2024.
"Gagasan mengevakuasi warga Gaza ke tempat yang aman adalah sebuah ilusi," ujarnya, menambahkan.
Direktur Divisi Strategi Globalisasi dan Pembangunan pada Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) Richard Kozul-Wright menyatakan bahwa rekonstruksi Gaza memerlukan "Rencana Marshall" yang baru.
Rencana Marshall adalah program yang disponsori Amerika Serikat pada 1947 untuk membantu pemulihan ekonomi di sejumlah negara Eropa yang terdampak Perang Dunia II.
Menurut Kozul-Wright, tingkat kehancuran di Gaza sudah empat kali lipat dibandingkan kerusakan yang dialami wilayah kantong tersebut selama tujuh minggu perang Israel di Gaza pada 2014.
Kozul-Wright memperkirakan rekonstruksi Gaza pascaperang mencapai 20 miliar dolar AS (sekitar Rp312,9 triliun) berdasarkan citra satelit terkini dan informasi lainnya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyerang Rafah tidak boleh dijalankan tanpa adanya perlindungan bagi 1 juta warga Palestina di kota perbatasan di Jalur Gaza selatan itu.
Dalam pembicaraan telepon dengan Netanyahu pada Kamis 15 Februari 2024 lalu, Biden menyoroti situasi di Rafah dan menegaskan kembali pandangannya bahwa operasi militer Israel tidak boleh dilakukan tanpa rencana yang dapat dijalankan untuk memastikan keselamatan dan dukungan bagi warga sipil di Rafah.
“Presiden (Biden) dan Perdana Menteri (Netanyahu) juga membahas situasi di Gaza, dan pentingnya memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat sampai ke warga sipil Palestina yang sangat membutuhkan,” kata Gedung Putih dalam keterangannya.
Lebih dari 1 juta warga Palestina yang sebelumnya mengungsi akibat serangan Israel di wilayah pesisir yang dilanda perang kini berlindung di Rafah.
Mereka mencari perlindungan dari perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Palestina.
Gedung Putih pada Selasa (13/2) juga mengonfirmasikan bahwa Israel telah menghentikan pengiriman tepung yang didanai AS ke Gaza.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan bahwa kiriman tersebut "belum bergerak seperti yang kami perkirakan."
“Kami berharap Israel akan menindaklanjuti komitmennya untuk menyalurkan tepung tersebut ke Gaza,” kata Sullivan.
Gedung Putih mengatakan Biden dan Netanyahu juga membahas negosiasi yang sedang berlangsung untuk menjamin pembebasan lebih dari 100 warga Israel yang masih disandera oleh kelompok Hamas Palestina, dengan imbalan perpanjangan penghentian pertempuran di Gaza.
“Presiden menegaskan kembali komitmennya untuk bekerja tanpa kenal lelah untuk mendukung pembebasan semua sandera sesegera mungkin, mengingat situasi mengerikan yang mereka alami setelah 132 hari disandera oleh Hamas,” kata Istana Kepresidenan AS itu. (antara)