E-Commerce China Disebut Akan Masuk Ke Indonesia, Apakah Menjadi Ancaman Bagi Industri Lokal?
Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di Indonesia, saat ini Pemerintah China tengah bersiap untuk mendorong pembangunan gudang di luar negeri.-Disway-
JAMBIKORAN.COM - Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di Indonesia, saat ini Pemerintah China tengah bersiap untuk mendorong pembangunan gudang di luar negeri.
Hal ini dilakukan China untuk memperluas bisnis e-commerce lintas batas, atau yang kerap diistilahkan 'cross-border'.
Dikutip dari Reuters, Temu, sebuah layanan e-commerce asal China, juga akan makin kencang mengepakkan sayap di kancah internasional.
BACA JUGA:Tokopedia TikTok Shop PHK Ratusan Karyawan, Ini Alasannya
BACA JUGA:Tokopedia TikTok Shop Resmi PHK Karyawan
Layanan yang menyediakan produk-produk buatan China secara cross-border ini diperkirakan akan semakin besar pertumbuhannya.
Merespon rencana Pemerintah China ini, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau Menkop UKM Teten Masduki sudah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak memberikan izin e-commerce baru asal Cina itu.
Karena menurutnya, pelaku usaha di Indonesia tidak bisa menyaingi Temu, karena platform ini menghubungkan berbagai pabrik sehingga harga produk jauh lebih murah.
"Hanya dengan Tik Tok saja sudah banyak mematikan pelaku usaha di Indonesia," ujar Teten dalam keterangan tertulis resminya pada Senin 17 Juni 2024.
BACA JUGA:Tiktok Dikabarkan Akan Lakukan PHK Besar-besaran Karyawan Global
BACA JUGA:Menaker Sebut Pemerintah Tolak PHK Sepihak
Menangani hal itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bertindak cepat dengan mengeluarkan kebijakan dalam penetapan batas harga barang impor paling murah yang boleh dijual di platform e-commerce.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Permendag ini diundangkan dan berlaku mulai 26 September 2023.Salah satu poin pada Pasal 19 ayat (2) disebutkan bahwa harga barang minimum pada kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang bersifat cross-border senilai US$ 100 atau setara Rp 1,6 juta.