Tembus Kerupuk
Dahlan iskan--
Dua wanita naik bus rombongan kami, 40 orang. Di Shenzhen. Keduanyi duduk paling depan. Bersebelahan. Mereka pun berkenalan.
"Saya dari Madiun."
"Saya dari Blitar."
"Saya dulu punya teman baik dari Blitar".
"Siapa namanyi?"
"Chin Chin...".
"Lho itu saya. Nama saya Chin Chin".
Mereka pun saling bersorak gembira. Mereka sudah hampir 40 tahun tidak bertemu. Sejak lulus SMP.
Mereka tidak satu sekolah tapi sering bertemu. Yang satu jagoan menyanyi musik kelenteng Madiun, satunya jagoan menyanyi musik kelenteng Blitar.
Setiap musabaqah lagu kelenteng, keduanyi bertemu di panggung. Bersaing. Lalu bersahabat.
Yang satu lantas pindah ke Xiamen, Tiongkok. Punya lembaga yang mengurus hubungan dagang antar pengusaha dua negara: Feihuang. Termasuk yang menangani rombongan ini.
BACA JUGA:Kejar Misi Swasembada Energi
BACA JUGA:Tingkatkan Jam Pengaliran Air Bersih
Chin chin jadi arsitek lulusan UK Petra Surabaya. Lalu jadi pengusaha properti.
Saya terharu melihat dua wanita itu saling bercerita masa kecil. Dua-duanya Tionghoa tapi sekolah di SMA negeri. Yang Xiamen di SMAN 3 Madiun. Cin Cin di SMAN 1 Blitar.
Wanita Xiamen itu namanyi juga Chin Chin.
Dua Chin Chin bertemu kembali di Shenzhen.
Dua orang lagi terlihat senang dengan alasan lain: karena umur keduanya sama. Tahun lahirnya sama. Mereka lahir hanya selisih satu hari: 15 Agustus dan 16 Agustus.
Yang satu pengusaha lama di Pecinan Kembang Jepun, Surabaya. Usahanya persis di depan kantor lama saya. Ia ditemani anak perempuannya yang cantik: Yulika Puspasari.
Satunya lagi pengusaha dari Semarang. Pemilik pabrik kerupuk udang. Pabrik lamanya sudah kurang besar. Buka lagi pabrik baru di kompleks industri Kendal.