Asesmen Terpadu dan Solusi Hukum Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkotika

Kombes Pol Dr. Beridiansyah, SH., SS., MH. MM--

Narkotika dan penyalahgunaannya menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai sampai saat ini, apabila kita melihat proses penegakan hukum terhadap kasus penyalahgunaan narkotika ini sudah banyak yang dihukum mati, namun sepertinya hukuman mati dianggap tindakan apes dari resiko suatu kejahatan, data yang dirilis oleh BNN RI angka Prevalensi penyalahgunaan narkotika tahun 2023 sebanyak 1,73% atau sekitar 3,33 juta jiwa, angka relapse mencapai lebih dari 70%, ditambah dengan munculnya banyak NPS serta motif baru peredaran gelap narkotika, data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dalam kondisi yang tidak sedang baik-baik saja terhadap penyalahgunaan narkotika, sehingga pemerintahan Prabowo-Gibran menempatkan Penyalahgunaan narkotika pada program Asta Cita ke 7 yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba, hal ini menjadi satu harapan yang patut kita sambut positif sehingga bangsa Indonesia dapat terselamatkan dari sebuah malapetaka besar yaitu runtuhnya etika dan moral bangsa.

 

Kita semua sepakat bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, artinya bahwa semua rakyat Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap berlakunya hukum, sehingga negara mempunyai kewajiban untuk melindungi semua warga negaranya tanpa terkecuali (equality before the law), selain daripada itu negara juga menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan layanan kesehatan. Terhubung dengan kedua pernyataan tersebut artinya bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semua warga negara mempunyai kewajiban dan hak yang sama untuk berperan aktif dalam hukum dan juga layanan kesehatan. Penyalahgunaan narkotika adalah kegiatan melanggar hukum secara sistematis dan terorganisir sehingga dibangun rasa ketakutan ditengah-tengah masyarakat agar tidak mau berperan aktif menghentikan penyalahgunaan narkotika, padahal dalam UU Nomor 35 tahun 2005 dalam pasal 104 dan 105 dijelaskan secara terang bahwa masyarakat mempunyai hak dan kesempatan untuk melakukan kegiatan pencegahan dan penyalahgunaan narkotika.

 

Rasa ketakutan masyarakat untuk bersama-sama menghentikan masalah narkotika ini tentunya menjadi tugas bersama khususnya aparat penegak hukum untuk menjamin rasa aman dalam lingkungan masyarakat sehingga tumbuh rasa tanggung jawab dan keberanian pada masyarakat untuk berani melaporkan terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika dilingkungannya. Penyalahgunaan narkotika didalam UU 35 Tahun 2009 penulis mengklasifikasikan menjadi dua yaitu Korban dan Bandar, dalam penulisan ini penulis hanya akan membahas terhadap orang yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika karena untuk Bandar kita sepakati untuk diberikan hukuman minimal dan maksimal hukuman mati. UU 35 Tahun 2009 terhadap korban penyalahgunaan narkotika wajib dilakukan rehabilitasi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 54. Kewenangan hakim dalam memberikan sanksi hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika dapat memberikan sanksi hukum untuk dilakukan pengobatan dan rehabilitasi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 103.

 

Sanksi hukum yang diberikan kepada korban penyalahgunaan narkotika berupa pengobatan menjadi hal yang wajib untuk dilakukan karena korban ini adalah pecandu yang harus diberikan penyembuhan secara medis bukan melalui penjara karena data kemenkumham 52,97% adalah penghuni penjara dari kasus narkotika dan akan menjadi masalah baru lagi ketika sudah selesai menjalani hukuman akan kembali mengkonsumsi narkotika sehingga wajar apabila jumlah pembelian narkotika di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Upaya melindungi korban penyalahgunaan narkotika telah dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui upaya restorative justice,  yaitu mencari solusi hukum melalui perdamaian dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, tokoh agama dan tokoh masyarakat guna memulihkan pelaku seperti pada keadaan semula. Dalam penulisan Artikel ini penulis akan melakukan pendekatan hukum melalui Asesmen terpadu guna memberikan kepastian hukum terhadap penyalahgunaan narkotika sehingga dapat betul-betul dibedakan antara orang yang menjadi korban dan orang yang menjadi Bandar Narkotika.

 

Untuk menghentikan kasus penyalahgunaan narkotika ini dapat dilakukan dengan mengurangi permintaan (demand reduction) dan menekan pasokan (supply reduction), angka korban penyalahguna narkotika yang terjadi di kalangan remaja sangat tinggi yaitu 57,2%, sehingga harus dilakukan upaya penyelamatan bersama dengan membangunkan kesadaran diri kita secara bersama dengan mengambil tugas dan peranan kita masing-masing sehingga bersama kita melakukan gerakan penyelamatan terhadap keberlangsungan kehidupan yang sehat dan cerdas pada generasi yang akan datang.

 

Pendekatan hukum melalui Asesmen terpadu terhadap penyalahgunaan narkotika dilakukan dengan tujuan untuk memberikan penanganan terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan/atau terdakwa untuk dapat menjalani rehabilitasi berdasarkan rekomendasi dari Tim Asesmen terpadu, dimana Tim yang dilibatkan terdiri-dari Tim Medis dan Tim Hukum yang bekerja tanpa saling mengintervensi antar satu dengan yang lainnya sehingga hasil keputusan dari masing-masing tim bersifat independen sehingga rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menemukan satu keputusan penting yaitu membedakan apakah memang sebagai korban atau sebagai Bandar yang terlibat dalam jaringan Narkotika.

 

Rekomendasi yang dihasilkan oleh tim asesmen ini adalah berupa rehabilitasi yaitu pengobatan secara medis dan juga secara sosial sehingga tingkat ketergantungan pada narkotika dapat disembuhkan, pendekatan asesmen ini menjadi sesuatu yang sangat harus dilakukan karena selain menghentikan penyalahgunaan narkotika juga dapat membangun partisipasi aktif masyarakat untuk bersama membersihkan lingkungannya dari penyalahgunaan narkotika. Prosedur pelaksanaan asesmen terpadu sebagai terlampir dibawah ini  

Rekomendasi yang diterbitkan oleh Tim Asesmen terpadu berupa rehabilitasi hanya diberikan kepada Korban saja, tidak diterbitkan untuk para Bandar narkotika. Dengan adanya pendekatan hukum melalui asesmen akan tumbuh kesadaran dan keberanian serta tanggung jawab bersama bahwa permasalahan narkotika ini harus kita berikan solusi tidak dengan membiarkannya tumbuh subur berkembang dilingkungan kita masing-masing, satu yang harus kita lakukan pemahaman bersama bahwa Mendiamkan segala bentuk kejahatan dan ketidakpatuhan sama dengan kita berinvestasi untuk kehancuran pada kehidupan Manusia dimasa yang akan datang. Mari bersama kita hentikan penyalahgunaan narkotika dilingkungan kita masing-masing, bersama kita pasti bisa. (*)

 

 

 

* Penulis adalah Penyidik Madya  BNNP Jambi

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan