Rayakan Waisak 2025, Ribuan Umat Buddha Padati Candi Kedaton Muarojambi

WAISAK: Perayaan Waisak 2025 di Candi Kedaton, Muarojambi.-ist/jambi independent-

SENGETI – Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah di Provinsi Jambi memadati kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, khususnya situs Candi Kedaton, untuk mengikuti perayaan Waisak 2569 BE/2025 yang sarat akan nilai spiritual dan sejarah.

 

Sedikitnya umat dari 21 vihara di Jambi turut ambil bagian dalam rangkaian perayaan, seperti pradaksina, pembacaan paritta suci, hingga meditasi terbuka di pelataran Candi Kedaton. Perayaan ini tidak hanya menjadi momentum religius, tetapi juga menjadi pengingat akan kebesaran sejarah peradaban Buddha di tanah Jambi.

 

Ketua Perkumpulan Umat Buddha Jambi, Rudy Zhang, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa tepat seribu tahun lalu, kawasan Percandian Muaro Jambi merupakan pusat pendidikan Buddha yang sangat terkenal di Asia. "Bahkan sebelum kampus Oxford berdiri, di sini telah menjadi tempat belajar ribuan orang dari berbagai negara, seperti India dan Tiongkok," ujarnya.

 

Rudy juga menyinggung perjalanan spiritual Pendeta Itsing dari Tiongkok pada tahun 672, yang mencatat keagungan Muaro Jambi—yang disebutnya sebagai Suvarnadwipa—sebelum melanjutkan perjalanan ke India. Ia menekankan bahwa Suvarnadwipa saat itu adalah tempat menimba ilmu utama bagi para pencari kebenaran.

 

"Pada tahun 1012, Atisha Dipankara Srijnana datang ke Suvarnadwipa untuk belajar ajaran Bhodicitta dan Prajnaparamita dari guru besar Dharmakirti atau yang juga dikenal sebagai Serlingpa. Ia belajar selama 12 tahun di sini sebelum kembali ke India dan menjadi kepala Vihara Vikramasilla," kata Rudy.

 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa setelah kembali ke India dan kemudian ke Tibet, Atisha menjadi tokoh penting dalam kebangkitan kembali ajaran Buddhadharma di wilayah Himalaya.

 

“Beliau adalah lulusan kampus terbaik kala itu, yakni Muarojambi,” tegasnya.

 

Perayaan Waisak di Candi Kedaton ini bukan hanya momen religius, tetapi juga pengingat atas kontribusi besar Indonesia—khususnya Muaro Jambi—dalam peradaban dan penyebaran ajaran Buddha di Asia.

 

“Hari ini kita mengenang ajaran luhur tersebut, termasuk nilai sederhana namun mendalam seperti ajaran ‘Terima Kasih’ yang diajarkan Atisha, yang masih hidup dalam hati masyarakat Tibet hingga kini,” tutup Rudy Zhang.

 

 

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan