Jampidum Hentikan Penuntutan Tiga Perkara Melalui Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Narkotika

Kejati Jambi bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) ekpsos penghentian penuntutan terhadap tiga perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). -IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAMBI – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyetujui penghentian penuntutan terhadap tiga perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Dua perkara di antaranya diusulkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi, sementara satu perkara lainnya berasal dari Kejaksaan Negeri Tebo.
Persetujuan tersebut disampaikan dalam ekspose secara virtual pada Rabu, 25 Juni 2025. Kepala Kejari Jambi memaparkan alasan dan pertimbangan penghentian penuntutan dalam forum tersebut.
Salah satu perkara yang dihentikan adalah kasus penyalahgunaan narkotika dengan tersangka M. Al Alif Adrian. Tersangka telah menjalani rehabilitasi medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi dan melaksanakan pekerjaan sosial di Dinas Sosial Provinsi Jambi selama empat bulan.
“Penghentian perkara ini mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur penanganan perkara narkotika dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagai wujud dari asas dominus litis yang dimiliki jaksa,” ujar Kasi Penkum Kejati Jambi, Noly Wijaya.
BACA JUGA:Herman Ditangkap Kejari Setelah Buron Tiga Tahun DPO Kasus Korupsi Dana Desa di Sarolangun
BACA JUGA:Pengunjung Wisata Taman Rimba Turun Drastis, Pasca Kematian Harimau Sumatera
Noly menambahkan, proses rehabilitasi terhadap tersangka terus dipantau oleh Kejari Jambi dan pihak RS Jiwa Provinsi Jambi untuk memastikan hasil pemulihan berjalan maksimal.
Selain kasus narkotika, perkara penadahan atas nama Muhammad Faisal Simbolon juga mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan melalui RJ. Ia disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP. Perkara ini juga diajukan oleh Kejari Jambi.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Tebo mengusulkan penghentian penuntutan terhadap perkara pencurian dengan tersangka bernama Arsip, yang dijerat Pasal 362 KUHP.
Seluruh penghentian penuntutan tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Pendekatan Restorative Justice bertujuan menyelesaikan perkara pidana secara damai antara pelaku dan korban, dengan menitikberatkan pada pemulihan hubungan sosial dan nilai kemanusiaan,” jelas Noly.
Acara ekspose RJ ini turut dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, Dr. Hermon Dekristo, SH., MH., beserta jajaran Aspidum dan para koordinator di Bidang Pidana Umum Kejati Jambi. Mereka mengikuti jalannya forum secara daring bersama Direktur B pada Jampidum Kejagung RI, Wahyudi, SH., MH.
Sebagai informasi, hingga bulan Juni 2025, Kejaksaan Tinggi Jambi telah berhasil menyelesaikan 11 perkara pidana umum melalui mekanisme Restorative Justice. Langkah ini dinilai sebagai inovasi progresif dalam sistem hukum Indonesia, dengan orientasi pada pemulihan sosial dan keadilan yang berkeadaban. (ira)