NasDem Sebut Inkonsitusional, PDIP Masih Menimbang Sikap

PUTUSAN MK: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam konferensi pers di NasDem Tower.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent

JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai memicu kontroversi politik.

Salah satu suara keras datang dari Partai NasDem yang menilai keputusan tersebut berpotensi menimbulkan krisis konstitusional.

Anggota Majelis Tinggi DPP Partai NasDem, sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyebut bahwa pelaksanaan putusan ini bisa memicu deadlock konstitusi, bahkan menabrak aturan dasar yang ada dalam UUD 1945.

"Jika pemilu DPRD tidak dilakukan lima tahun sekali, itu jelas pelanggaran konstitusi. Putusan MK ini telah masuk ke ranah legislatif, yang seharusnya menjadi domain DPR dan pemerintah," ujar Lestari dalam konferensi pers di NasDem Tower, Jakarta, Selasa (1/7).

BACA JUGA:Program Pupuk Subsidi Kunci Pengentasan Kemiskinan dan Kesejahteraan Petani

BACA JUGA:Bantuan Beras Disalurkan dan Tuntas di Bulan Juli

Menurut Lestari, Pasal 22E UUD NRI 1945 menegaskan bahwa pemilu harus dilakukan setiap lima tahun secara serentak untuk memilih Presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

Ia menilai MK telah bertindak di luar kewenangan dengan menjadi “negative legislator” dan justru menciptakan norma baru yang bertentangan dengan konstitusi.

"Putusan ini secara tidak langsung memperpanjang masa jabatan DPRD tanpa pemilu. Itu artinya, para anggota DPRD menjalankan kekuasaan tanpa mandat rakyat. Ini berbahaya dan inkonstitusional," tegasnya.

Lestari juga menyinggung bahwa sebelumnya MK sendiri telah menguatkan skema pemilu lima kotak dalam Putusan Nomor 95/2022. Namun dalam putusan terbaru ini, MK justru mengabaikan tafsirnya sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dari daerah.

NasDem menyebut langkah MK ini sebagai bentuk “pencurian kedaulatan rakyat”. Lestari menyerukan agar sistem pemilu dikembalikan kepada DPR dan pemerintah sesuai prinsip open legal policy.

“MK tidak punya wewenang untuk menciptakan norma baru, apalagi yang bertentangan dengan UUD 1945. Kewenangan itu ada di tangan pembuat undang-undang, bukan hakim konstitusi,” tegasnya.

Berbeda dengan NasDem yang langsung menolak keras, PDI Perjuangan (PDIP) hingga kini belum menyampaikan sikap resmi. 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima, menyebut partainya masih mengkaji lebih dalam dampak dari putusan MK tersebut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan