KPK Sebut Bebas Bersyarat Setnov Bukan Wewenangnya

BEBAS: Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto saat menerima surat bebas bersyarat.-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto yang bebas bersyarat dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menegaskan, pemberian bebas bersyarat terhadap Setnov bukanlah wewenang lembaganya.
Tanak menjelaskan bahwa tugas KPK hanya sebatas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga mengeksekusi putusan hakim terhadap Setnov.
"Melakukan penindakan hanya sebatas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah semua tugas tersebut dilaksanakan, selesai sudah tugas KPK," kata Tanak, Senin (18/7).
BACA JUGA:67 Persen SPPT PBB Alami Penurunan
BACA JUGA:Satu PPPK Pemprov Jambi Mundur karena Jadi Kades
Menurut dia, pemberian bebas bersyarat menjadi kewenangan Direktorat Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) dan KPK tidak mencampuri urusan tersebut.
"Untuk urusan yang terkait dengan adanya pemberian bebas bersyarat kepada terpidana, termasuk terpidana Setya Novanto, hal tersebut menjadi ranah tugas dan kewenangan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. KPK tidak ikut campur dengan hal tersebut," ujarnya.
Adapun, bebas bersyaratnya Setnov ini bersamaan dengan HUT ke 80 RI, Tanak menegaskan hal ini dapat menimbulkan polemik karena dinilai hukuman tidak memberikan efek jera, tetap harus diterima.
"Ya itu konsekuensi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada yang senang dengan kebijakan yang dibuat dan ada juga yang tidak senang," tutur Tanak.
"Senang atau tidak senang, kita harus tetap menerima, itulah konsekuensi hidup berbangsa dan bernegara," lanjutnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan kasus e-KTP merupakan kejahatan yang sangat serius. Pasalnya, kasus ini berdampak dan dirasakan langsung hampir seluruh masyarakat Indonesia. "Karena tidak hanya besarnya nilai kerugian negara, tapi juga secara massif mendegradasi kualitas pelayanan publik," ujar Budi, Senin (18/7).
Budi mengatakan dengan bebas bersyarat yang diterima Setnov kembali membuka memori bangsa terhadap salah satu sejarah kelam terbesar dalam pemberantasan korupsi.
Dengan begitu, ia menekankan kasus korupsi besar seperti e-KTP harus menjadi pelajaran berharga, supaya generasi berikutnya tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.