Cari Cara Tepat, Mendorong Anak Ungkapkan Perasaan
ilutrasi anak dan orang tua--
JAMBIKORAN.COM - Pertanyaan “Bagaimana sekolahmu?” kerap menjadi pembuka obrolan antara orang tua dan anak.
Namun, jawaban yang muncul sering kali hanya “biasa saja”, sehingga percakapan berakhir tanpa banyak informasi.
Para ahli menilai, masalahnya bukan pada intensitas bertanya, melainkan cara orang tua menyampaikan pertanyaan tersebut.
Psikoterapis yang juga penulis buku 13 Things Mentally Strong Parents Don't Do, Amy Morin, menyarankan orang tua untuk mengganti pola bertanya yang bersifat umum menjadi lebih reflektif.
Pertanyaan yang tepat dapat mendorong anak mengungkapkan perasaan, berlatih memecahkan masalah, hingga membangun empati dan growth mindset.
Mengutip CNBC, Morin merumuskan tujuh pertanyaan yang dianggap lebih efektif untuk membuka percakapan bermakna dengan anak. Berikut penjelasannya:
1. “Apa hal terbaik yang terjadi hari ini?”
Pertanyaan ini membantu anak membiasakan diri melihat sisi positif dari aktivitas hariannya.
Bagi anak yang kurang menyukai sekolah atau mudah fokus pada hal negatif, pendekatan ini dapat menumbuhkan rasa syukur serta optimisme.
Orang tua juga dianjurkan memberi contoh pengalaman pribadi agar anak lebih mudah merespons.
2. “Kesalahan apa yang kamu pelajari hari ini?”
Dengan pertanyaan ini, anak didorong memahami bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar.
Membahasnya secara terbuka dapat mengurangi rasa malu dan membuat anak lebih berani mengambil risiko yang konstruktif.
Nada bicara yang hangat dan penuh rasa ingin tahu menjadi kunci agar anak nyaman bercerita.
3. “Siapa yang paling kamu banggakan hari ini?”
Tujuan dari pertanyaan ini adalah menumbuhkan empati serta membantu anak mengenali nilai-nilai yang mereka anggap penting.
Jawaban anak bisa merujuk pada teman yang berani mencoba sesuatu, atau bahkan dirinya sendiri karena melakukan tindakan positif.
4. “Apa satu hal yang bisa membuat harimu lebih baik?”
Pertanyaan ini mendorong anak mengenali perasaan tidak nyaman tanpa terjebak dalam emosi negatif.
Melalui refleksi sederhana, anak belajar mencari solusi atas perasaan frustrasi.
Orang tua dapat membuatnya lebih menyenangkan dengan sentuhan imajinasi, seperti menanyakan apa yang akan diubah anak jika memiliki “tongkat ajaib”. (*)