Mengasuh Anak yang Toleran: Begini Cara Kenalkan Perbedaan Agama dan Budaya Sejak Dini

JAMBIKORAN.COM - Saat anak sulung penulis memasuki sekolah dasar, ia kerap mempertanyakan perbedaan budaya yang ia temui dari teman-teman dan tetangga di sekitarnya.

Lingkungan yang dihuni banyak pendatang dari berbagai provinsi di Indonesia membuat anak semakin sering menemukan beragam kebiasaan dan tradisi.

Misalnya, ia penasaran saat melihat tetangga asal Bali menjalankan ritual keagamaan, bertanya soal logat bicara seseorang, warna kulit yang berbeda, hingga rasa masakan khas daerah yang sering dibagikan tetangga.

Kebingungan pun muncul mengenai bagaimana cara memberikan penjelasan yang tepat.

BACA JUGA:Wabup Bungo Tri Wahyu Hidayat Ungkap Strategi Baru Tekan Stunting 2025

BACA JUGA:Bupati M Syukur Tegaskan Koperasi Merah Putih Bukan Lahan Cuan Pejabatv

Menurut psikolog klinis Christina Tedja, pada dasarnya tidak ada anak yang secara alami bersikap rasis; mereka hanya menyerap informasi dari lingkungan.

Ia menekankan bahwa orang tua perlu berhati-hati agar tidak tanpa sengaja menggiring anak pada opini publik yang negatif terkait perbedaan agama atau budaya.

Christina menjelaskan bahwa penerimaan terhadap perbedaan dimulai dari perilaku orang tua sendiri. Sikap sehari-hari orang tua terhadap individu dari etnis atau agama berbeda akan ditiru oleh anak.

Jika orang tua menunjukkan penerimaan dan menghargai perbedaan, anak akan belajar hal yang sama. Sebaliknya, jika orang tua mudah mengeluhkan perbedaan atau memprotesnya, pola pikir tersebut dapat terbentuk pada diri anak.

BACA JUGA:Tingkatkan Kapasitas Pengelolaan Hutan Azhar Hamzah Buka Workshop Multi Pihak PWS

BACA JUGA:Perpindahan ASN ke IKN Ditunda

Penulis parenting Katherine Lee juga menyampaikan bahwa topik keberagaman sangat ideal untuk diperkenalkan kepada anak-anak usia sekolah dasar.

Pada tahap ini, mereka mulai aktif membandingkan diri dengan lingkungan dan semakin ingin tahu tentang perbedaan fisik maupun budaya.