Netanyahu Tolak Rumah Sakit Darurat untuk Anak-anak Palestina
Seorang pria duduk di antara reruntuhan bangunan di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Rabu, 17 Juli 2024.--Antaranews.com
JAMBIKORAN.COM - Benjamin Netanyahu selaku Perdana Menteri Israel pada 18 Juli menolak kehadiran rumah sakit darurat untuk merawat anak-anak Palestina yang terluka dalam perang.
Kantor Netanyahu melalui sebuah pernyataan mengatakan "Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara tertulis mengumumkan bahwa dirinya tidak menyetujui pembentukan rumah sakit bagi warga Gaza di wilayah Israel", tanpa penjelasan lebih lanjut.
Kantor Menteri Pertahanan Yoav Gallant melalui pernyataan juga menyebutkan bahwa “perdana menteri mengadopsi rekomendasi kepala departemen pertahanan soal pemindahan pasien dari Jalur Gaza ke negara ketiga via Israel”.
Menurut saluran TV swasta, Hebrew Channel 12, perkembangan tersebut merupakan kemunduran dari pengumuman Gallant tentang keputusannya untuk mendirikan rumah sakit dua hari lalu.
BACA JUGA:Suku Mashco Piro Terlihat Tinggalkan Amazon Peru
BACA JUGA:Rusia Pertimbangkan Semua Opsi untuk Balas Pengerahan Rudal AS di Jerman
Hebrew Channel 12 yang mengutip kantor Gallant, melansir bahwa “keputusan itu dibuat lantaran terhentinya evakuasi pasien melalui perbatasan Rafah” antara Gaza dan Mesir.
Sejak 7 Mei pasukan Israel telah mengendalikan perbatasan, menutupnya untuk evakuasi korban luka sekaligus menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan.
Pada saat itu kantor Gallant menjelaskan bahwa "ini adalah langkah sementara yang akan diterapkan sampai ditemukan mekanisme permanen untuk menangani anak-anak tersebut dan pemindahan mereka akan patuh pada pemeriksaan keamanan penuh, guna memastikan bahwa mereka dan orang-orang yang mendampinginya tidak memiliki hubungan dengan Hamas atau organisasi lainnya."
Berkat dukungan Amerika, sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan perang melawan Gaza yang menyebabkan lebih dari 128.000 warga Palestina terbunuh dan terluka. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.
Selain itu, lebih dari 10.000 orang hilang dalam konteks kehancuran dan kelaparan masif yang telah merenggut nyawa puluhan anak-anak.(*)