Kontroversi Pengajaran Matematika di Usia Dini: Antara Manfaat dan Tantangan

Foto sebuah abakus kayu dengan manik-manik warna-warni, alat belajar berhitung yang membantu anak-anak memahami konsep matematika dasar dengan cara menyenangkan.--pixabay

JAMBIKORAN.COM - Baru-baru ini, perhatian publik tertuju pada rencana pengenalan matematika sejak usia pra-sekolah yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti.

Gagasan ini merupakan bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

Namun, apakah pengajaran matematika sejak taman kanak-kanak (TK) adalah langkah yang tepat?

Menurut pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Achmad Hidayatullah, ide ini memiliki nilai positif. Ia menilai bahwa mengenalkan matematika di usia dini dapat membangun minat anak terhadap bidang tersebut serta mengasah kemampuan mereka secara bertahap.

BACA JUGA:Penerapan Metode Geolistrik Dalam Memgatasi Masalah yang Ada di Sekitar Komplek Percandian Muara Jambi

BACA JUGA:Ilmuwan Desak Nordik Tindak Lanjut Ancaman Keruntuhan AMOC Bisa Picu Kekacauan Iklim

Penerapan yang Sesuai dengan Tahap Perkembangan Anak

Meski demikian, Achmad menekankan bahwa metode pengajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia anak.

“Pada usia TK, sebaiknya matematika dikenalkan melalui konsep dasar, bukan simbol dan operasi matematis. Anak-anak belum siap memahami simbol, tetapi bisa dikenalkan pada konsep-konsep dasar yang lebih mudah diterima,” ujarnya.

Pengajaran Matematika dengan Pendekatan Kreatif

BACA JUGA:Waduh! Studi Ungkap Penurunan Serapan Karbon Pada Pohon

BACA JUGA:Tim Pascasarjana UNJA Terapkan Good Management Practice pada Kambing Peranakan Etawah di Desa Terjun Gajah

Sebagai alternatif, Achmad menyarankan pendekatan yang menyenangkan, seperti menggunakan permainan kreatif dan media konkret.

Misalnya, guru dapat menggunakan objek sehari-hari untuk mengajarkan konsep “lebih banyak” atau “lebih sedikit”, atau memperkenalkan konsep perbandingan besar dan kecil.

“Melalui aktivitas ini, anak dapat mengembangkan pola pikir matematis tanpa merasa terbebani oleh materi yang terlalu sulit,” tambahnya.

Dengan pendekatan ini, anak akan belajar mengenal pola dan konsep kuantitas dengan cara yang relevan dan menarik.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan