Poktan Desa Badang Akan Aksi di Kuningan KPK dan Kejagung Menuntut HAK Atas PT DAS

Bupati Anwar Sadat saat Menunjukkan Mou Kesepakatan Konflik Lahan PT DAS me Menkopolhukam RI--

JAKARTA - Kelompok Tani Imam Hasan Desa Badang, Tanjab Barat, Provinsi Jambi akan melalukan aksi di Kungingan gedung KPK RI. Mereka akan menuntut HAK masyarakat atas areal perkebunan Kelapa Sawit oleh PT DAS. Selain di KPK, Poktan Imam Hasan akan melakukan aksi di Gedung Kejagung RI.

Hal ini diungkapkan Dedi Ariyanto Ketua Poktan Imam Hasan Desa Badang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Dikatakannya, bahwa kelompok masyarakat Desa Badang sudah sepakat dan menentukan waktu untuk melakikan aksi di Gedung KPK RI dan Gedung Kejagung.

"Kami akan menuntut keadilan, dan meminta KPK dan Kejagung untuk memanggil dan memeriksa dugaan persekongkolan Bupati dengan pihak perusahaan," ungkap Dedi.

"Pemkab Tanjab Barat sepertinya lebih Pro terhadap perusahaan ketimbang masyarakat. Sebab, penyelesaiaan konflik lahan ini saya nilai banyak sekali kejanggalan," tegas Dedi.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menerima Laporan Kelompok Tani Imam Hasan Desa Badang, Tanjab Barat, Provinsi Jambi atas dugaan persekongkolan Bupati Tanjab Barat, Anwar Sadat dengan pihak PT DAS atas pembagian 20 persen hak masyarakat atas areal Perkebunan Kelapa Sawit.

Surat resmi itu diterima KPK RI pada tanggal 13 Desember 2023. Selain melaporkan ke lembaga anti korupsi ini, kelompok tani Imam Hasan Desa Badang, juga melaporkan ke lembaga hukum lainnya secara resmi.

Ke Menkopolhukam, ke Mabes Polri, serta ke Kejagung RI. Dedi Ariyanto ketua Poktan Imam Hasan dikonfirmasi memgungkapkan, langkah hukum yang diambil bertujuan untuk memperjuangkan hak masyarakat Desa Badang dan kelompok taninya.

Menurut Dedi, pihaknya mencium aroma persekongkolan dengan permufakatan jahat antara PT DAS dan Pemkab Tanjab Barat dalam upaya penyelesaian permasalahan masyarakat 9 desa, di tiga Kecamatan di Tungkal Ulu tersebut.

Dengan kesepakatan final yang telah ditandatangani tersebut, menurutnya sangat jauh berbeda dengan poin-poin kesepakatan kelompok kerja (Pokja) bersama tim terpadu (timdu) penanganan konflik sosial, perwakilan masyarakat 9 desa, PT DAS dan pihak kementerian koordinator bidang politik, hukum dan keamanan republik indonesia (Kemenko polhukam RI) di Jakarta.

Pada rapat pokja di jakarta bulan Mei lalu lanjutnya, semua pihak telah sepakat bahwa PT DAS akan membangunkan kebun untuk masyarakat seluas 500 hektar paling lambat tanggal 31 Agustus 2023.

Kemudian untuk sisa 1.300 hektar, PT DAS akan berunding dengan masyarakat untuk menentukan pola lain yang disepakati. Namun poin-poin ini satupun tidak ada yang dijalankan oleh PT DAS.

Lebih lanjut menurutnya, pada bulan oktober tanpa melibatkan timdu dan pokja, Dinas perkebunan mengundang perwakilan 9 desa untuk rapat bersama PT DAS yang menawarkan pola bantuan usaha produktif senilai 22 milyar.

"Disinilah awal kecurigaan kami muncul. Kami menduga ada permainan dan persekongkolan antara PT DAS dan Bupati Anwar Sadat melalui kepala Dinas Perkebunan dalam upaya penyelesaian konflik ini," beber Dedi.

Daei 9 Desa, cuma Desa kami (Satu Desa, red) yang menolak kesepakatan itu. Maka kami pastikan akan terus berjuang demi tegaknya kebenaran dan keadilan bagi masyarakat termasuk dengan melaporkan persoalan ini ke KPK dan lembaga hukum lainnya.

Dia juga menambahkan, bupati dan jajarannya sebagai fasilitator dan mediator dalam penanganan konflik sosial harusnya bersikap netral, serta menyerahkan sepenuhnya penyelesaian permasalahan kepada kedua belah pihak yang sedang berkonflik.

“Jangan malah menekan dan mengintervensi masyarakat untuk menerima sesuatu yang sifatnya merugikan salah satu pihak,” sebutnya.

Lebih lanjut dedi mengaku sebelum munculnya kesepakatan 22 milyar tersebut, perwakilan 9 desa dengan pihak PT DAS telah lebih dahulu bertemu dan menyepakati pola penyelesaian sebagai tindak lanjut hasil rapat pokja Kemenko Polhukam RI.

“Kita sudah dua kali ketemu dengan pihak PT DAS setelah rapat dengan pokja polhukam bulan mei dan sudah menyepakati pola penyelesaian," kata Dedi.

"Kok tiba-tiba bupati melalui dinas perkebunan malah mengarahkan camat dan kepala desa untuk mendorong penyelesaian yang jelas-jelas beda dengan kesepakatan awal dan sangat merugikan masyarakat. Ini kan zholim namanya. Makanya kami masyarakat badang mengambil sikap menolak dan akan terus berjuang untuk hak-hak kami,” ungkap Dedi.

Lalu Dedi juga mengungkapkan, dugaan kecurigaan dengan Nilai 22 Milyar itu, ada yang mendapatkab bagian-bagian terhadap pihak tertentu, bahkan dugaan ini diluar Masyarakat ada yang mendapat keuntungan 2 sampai 4 Milyar secara pribadi. Dan ini sudah berhembus di Tanjab Barat tinggal pihak hukum menelusurinya.

"Menurut standar pembagunan perkebunan masyarakat merujuk pada peraturan Pemerintah Dirjen Perkebunan Nomor 201/KPTS/SR.210/11/2022 yang mana Provinsi Jambi termasuk dalam Kategori III dengan besaran biaya terendah Rp. 69.304.801 perhenkar dan tertinggi Rp. 79.600.286 perhetar," runci Dedi.

Masih kata Dedi, dan kenyataaannya Pemkab Tanjab Barat dan PT DAS hanya membagi sebesar 12 jutaan perkhektarnya. Itu dengan nilai 22 Milyar tersebut. "Disini dengab dugaan pasti ada persekongkolan Bupati Anwar Sadat dan pihak PT DAS," pungkas Dedi.

Sampai berita ini diturunkan Bupati Anwar Sadat tidak bisa dikonfirmasi atas laporan ke KPK RI. (muz)

Tag
Share