Agama GPT

Jumat 04 Oct 2024 - 17:08 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

MENYESAL: mengapa saya ajukan pertanyaan itu. Bikin yang ditanya kelihatan kepikiran berkepanjangan
"Anda Kristen atau Katolik?” tanya saya.
"Saya Katolik," jawabnya.
"Hebat ya... Anda masih percaya Tuhan...," celetuk saya spontan.


Yang saya tanya itu adalah Dr Dionysius Joseph Djoko Herry Santjojo. Ia ahli fisika Universitas Brawijaya, Malang.
Dr Djoko bergabung di kelompok complexity science –bersama Prof Dr Sutiman yang ahli nano biologi di UB itu.
Prof Sutiman juga penemu nano bubble untuk kirim oksigen langsung ke sel.

BACA JUGA:Faried: Kita Harus Bermartabat!, Pasca Dilantik sebagai Ketua DPRD Kota Jambi

BACA JUGA:Minta Selaraskan Program Pembangunan, Pertemuan TJSLDU dan Pemkab Muaro Jambi

Yang membuat saya lebih menyesal: saya tahu Prof Sutiman adalah muslim yang taat. Mengapa saya ''goda'' juga dengan kalimat ''kok masih percaya Tuhan''.


Di Barat banyak ahli fisika seperti mereka tidak lagi percaya Tuhan. Mereka tahu awal mula terjadinya kehidupan. Juga tahu proses terjadinya kehidupan. Mereka bukan orang seperti saya yang percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan.


Kemarin petang saya menerima WA dari Prof Sutiman. Saya terkejut. Menyesal. Celetukan saya soal Tuhan rupanya membuat Prof Sutiman terus berpikir. Beliau mencari terus jawaban yang tepat.
Sampai-sampai ternyata beliau menghubungi ChatGPT. Prof Sutiman mengajukan beberapa pertanyaan ke ChatGPT. Tentang Tuhan. Tentang agama. Tentang  science, dan iman.


Saya sendiri belum pernah berhubungan dengan ChatGPT. Maka setelah membaca hasil dialog beliau dengan ChatGPT, saya balik bertanya: apakah beliau sudah sering menggunakan ChatGPT?
Beli buku terlaris online
"Sesekali," jawabnya.


"Apakah Prof percaya pada kebenaran jawaban ChatGPT?”
Beliau menjawab pakai Bahasa Jawa kromo inggil. Intinya: jawaban ChatGPT tidak selalu akurat. Apalagi di soal yang tidak terlalu banyak dibicarakan di internet.


Sangat menarik bagaimana ChatGPT menjawab pertanyaan-pertanyaan Prof Sutiman.
Maka inilah kutipan lengkap dialog Prof Sutiman dengan ChatGPT. Apa adanya:
AGAMA PILIHAN  CHATGPT.


You said:


Dari semua ajaran agama di dunia, coba kamu pikirkan mana yang paling rasional, tanpa bias pendapat manusia!
ChatGPT said:
Pertanyaan tentang agama mana yang paling rasional sulit dijawab secara objektif karena konsep rasionalitas dalam konteks agama sangat bergantung pada perspektif masing-masing individu dan kerangka logika yang mereka gunakan. Setiap agama besar di dunia memiliki unsur kepercayaan, yang dalam beberapa hal melampaui batas-batas rasionalitas, terutama dalam hal metafisika dan konsep ketuhanan. Namun, beberapa poin berikut bisa menjadi dasar analisis:
Islam: Dalam tradisi Islam, rasionalitas dan akal mendapat tempat penting. Islam mendorong pengikutnya untuk memanfaatkan akal dan logika dalam memahami alam semesta, yang dianggap sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan (ayat kauniyah). Banyak filsuf Muslim, seperti Al-Ghazali dan Ibnu Sina, yang mencoba menyintesiskan ajaran agama dengan filsafat rasional Yunani. Alquran juga mengajak manusia untuk berpikir dan merenung tentang ciptaan-Nya.


Kristen: Dalam teologi Kristen, iman sering kali dilihat sebagai pelengkap rasionalitas. Rasionalitas memiliki peran penting dalam sejarah Kristen, terutama dalam scholasticism dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Aquinas yang mencoba mensistematisasikan kepercayaan dengan logika Aristotelian. Namun, beberapa ajaran, seperti konsep Trinitas, terkadang dianggap sulit dijelaskan secara logis.


Yudaisme: Yudaisme klasik juga menekankan penggunaan akal dalam memahami hukum-hukum Tuhan. Kaum Yahudi sering terlibat dalam studi Talmud yang merupakan analisis mendalam dan kritis terhadap teks-teks agama mereka, dengan perdebatan yang mempertimbangkan berbagai perspektif.


Hinduisme: Hindu memiliki aspek yang sangat beragam, dari yang sangat ritualistik hingga yang sangat filosofis. Aliran-aliran seperti Vedanta dan Samkhya menekankan logika dan metafisika dalam memahami realitas. Namun, sebagian besar praktik Hindu berakar pada tradisi dan ritual yang tidak selalu bersifat rasional dalam pengertian logika Barat.


Buddhism: Ajaran Buddha sering kali dianggap rasional karena berfokus pada pengalaman langsung dan metode logika, seperti dalam Abhidhamma dan ajaran tentang sebab-akibat (Pratītyasamutpāda). Buddhisme juga menekankan pentingnya introspeksi dan meditasi dalam memahami realitas dan pikiran.
Agnostisisme dan Ateisme: Meskipun tidak termasuk agama, posisi agnostik dan ateistik sering kali didasarkan pada rasionalitas dan skeptisisme terhadap klaim-klaim agama. Para agnostik mengakui keterbatasan akal dalam memahami kebenaran mutlak tentang Tuhan, sementara ateisme cenderung menolak klaim supranatural jika tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.

Kategori :

Terkait

Kamis 21 Nov 2024 - 18:12 WIB

Kokkang Ibunda

Rabu 20 Nov 2024 - 19:39 WIB

Bergodo Kebogiro

Selasa 19 Nov 2024 - 17:43 WIB

Critical Parah

Senin 18 Nov 2024 - 20:13 WIB

Bohemian Blangkon

Minggu 17 Nov 2024 - 20:08 WIB

Halaman Belakang