Matahari hampir terbit. Saya pun mengucapkan selamat malam. Saya tahu: mereka masih mengantuk. Begitu naik bus ini mereka pasti ingin tidur lagi.
Semalam mereka sangat kurang tidur. Naik pesawat yang berangkat pukul 00.20 sangatlah menyiksa. Mau tidur takut ketinggalan pesawat. Ketika berjaga mata sangat mengantuk --jamnya tidur.
Begitu naik pesawat pun tidak bisa langsung tidur. Kursi belum boleh dibuat lebih menyandar. Terpaksa tunggu pesawat terbang dulu. Maka saya berpesan pada pramugari: kalau saya tertidur nanti jangan dibangunkan untuk makan.
Ini penerbangan nanggung: hanya 4,5 jam. Dari Jakarta ke Shenzhen. Baru tertidur tiga jam sudah dibangunkan. Persiapan mendarat begitu lama.
Ngantuk. Lelah. Ditambah antrean di imigrasi yang lama. Bediri. Satu jam.
Maka begitu masuk bus, saya minta agar tour guide tidak perlu bercerita apa-apa.
"Selamat malam," katanya.
Saya sendiri juga berangkat tidur. Ada waktu satu jam di dalam bus --perjalanan ke pabrik robot: UBTech.
BACA JUGA:Ratusan Kendaraan Dinas Bakal Dilelang
BACA JUGA:Ratusan Pengendara Kena Tilang
Pendiri pabrik itu, Zhou Jian, punya cita-cita besar: robot akan mengubah dunia. Cita-cita lainnya: tiap rumah perlu robot. Bahkan tidak hanya satu. Bisa untuk bersih-bersih, cuci piring, mengambilkan makanan. Bahkan perlu satu robot lagi khusus untuk teman. Teman duduk. Teman makan. Teman ngobrol. Teman untuk curhat.
Robot akan menyehatkan jiwa manusia yang kian kesepian.
Zhou, 48 tahun, tipikal orang sukses biasa. Ia orang dari provinsi Zhejiang yang lahir di Shanghai. Nilai akademiknya tinggi. Begitu lulus diterima di perusahaan Jerman, Weinig Group. Karirnya melejit. Ia jadi manajer regional termuda dalam sejarah manajemen di Tiongkok.
Zhou berhenti. Ingin jadi pengusaha. Cukup berhasil. Lalu jalan-jalan ke Jepang.
Di Jepang itulah Zhou melihat apa yang ia rindukan sejak kecil: robot yang sepintar manusia. Waktu itu Honda Group berhasil menciptakan robot pintar bernama Krima. Anda pasti ingat. Itulah robot pintar yang menghebohkan: membuka Olimpiade Tokyo.
Pulang dari Jepang Zhou menjual semua pabriknya. Ia ajak orang tua dan tiga sahabatnya bergabung di impiannya: mendirikan pabrik robot pintar.
Tidak sukses.