Anda sudah tahu: Peter Carey awalnya hanya akan meneliti pengaruh revolusi Prancis pada satu daerah kecil di pedalaman Eropa. Saat ia konsultasi dengan guru besarnya di Oxford, teman si guru besar datang. Ikut mendengar konsultasi itu. Si teman ikut nimbrung. Katanya: daerah yang akan diteliti Peter itu sudah ”padat” --sudah banyak peneliti lain yang meminati. Lalu disarankan obyek penelitian yang lebih sulit dan sangat jauh: Perang Jawa.
Syaratnya: Peter harus menguasai bahasa Belanda dan bahasa Jawa. Betapa panjang jalan menuju penelitian. Arsip-arsip di sekitar Perang Jawa memang banyak dalam dua bahasa itu.
Semula saya heran: apa hubungannya Perang Diponegoro dengan Revolusi Prancis. Kita-kita hanya tahu bahwa Daendels --Herman Willem Daendels-- adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang kejam.
Terlalu sedikit yang tahu bahwa Daendels adalah kepanjangan tangan Napoleon Bonaparte, penguasa Prancis saat itu.
Daendels memang orang Belanda tapi ia dibenci kerajaan Belanda. Ia digolongkan tokoh muda yang ingin melakukan seperti revolusi Prancis di Belanda: raja harus ditumbangkan.
Itu berawal ketika ayah Daendels meninggal. Sang ayah seorang hakim. Daendels ingin menggantikan ayahnya sebagai hakim di daerahnya. Raja Belanda tidak menyetujuinya.
BACA JUGA:Batasi Tonase Kendaraan Pasca Perbaikan Box Culvert
BACA JUGA:UMK Tanjab Barat Tahun 2025 Naik 6,5 Persen
Sejak itu Daendels lari ke Prancis dan jadi patriot di sana. Ketika Prancis mengalahkan Belanda, Hindia Belanda otomatis menjadi jajahan Prancis. Maka adik Napoleon Bonaparte menugaskan Kolonel Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Pangkatnya dinaikkan menjadi Jenderal Kolonel --setingkat bintang dua.
Anda juga sudah tahu: Daendels harus berangkat ke Jawa secara sembunyi-sembunyi. Kawasan laut saat itu dikuasai Inggris, setelah kawasan darat Eropa dikuasai Prancis. Keberangkatannya tidak boleh diketahui Inggris.
Maka Daendels berangkat ke Jawa naik kapal dulu jurusan New York! Enam bulan kemudian baru tiba di Anyer --ia takut langsung mendarat di Batavia. Dari Anyer ia jalan darat menuju Jakarta.
Zaman itu perjalanan dari Anyer ke Jakarta memakan waktu tiga hari.
Itulah sebabnya Jalan Daendels tahap satu dimulai dari Anyer ke Batavia. Lalu terus ke Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Gresik sampai Panarukan dekat Situbondo. Tujuannya: kalau Inggris ingin merebut Jawa Prancis bisa dengan cepat mempertahankan Jawa.
Daendels juga merombak struktur pemerintahan. Semula Jawa hanya dibagi dua provinsi. Yang di bagian timur beribu kota di Semarang. Lalu dipecah-pecah. Menjadi banyak karesidenan dan kabupaten.
Bupati pun mulai digaji. Agar jangan korupsi. Waktu itu korupsi merajalela. Daendels marah besar. Yang korupsi yang nilainya melebihi satu bulan gaji dihukum berat.
Perubahan struktur inilah yang mempengaruhi kesultanan di mana-mana. Termasuk di
Yogyakarta. Revolusi Prancis ternyata telah membawa pengaruh juga sampai di Jawa meski pelaksanaannya lewat kerajaan Belanda --yang sudah tunduk ke kekuasaan Prancis.
Tentu saya juga melihat tembok belakang Museum Diponegoro yang dijebol itu. Itulah lubang tempat Diponegoro meloloskan diri malam-malam ketika Belanda mengepung rumahnya. Lubang itu sangat besar agar kudanya juga bisa melewatinya. Pun para pengikutnya. Dari sini Diponegoro, 40 tahun, lolos dari kepungan. Ia bersembunyi di Gua Selarong.
Keesokan harinya rumah Diponegoro dibakar.
Dimulailah Perang Jawa. Selama lima tahun. 1825-1830. Belanda hampir bangkrut akibat perang itu. 200.000 orang tewas --sama kira-kira dengan 20 juta saat ini.
Buku Peter Carey telah menjawab pertanyaan banyak orang: mengapa Diponegoro sampai tertipu ketika diundang residen Belanda di Magelang. Yang katanya untuk berunding ternyata ditangkap itu.(Dahlan Iskan)