BUNGO – Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo membacakan surat dakwaan tiga terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan pupuk bersubsidi tahun 2022 di Kabupaten Bungo.
Ketiganya adalah Sri Sumarsih, pengecer pupuk bersubsidi di CV Abhi Praya, wilayah Tanjung Menanti Babeko; Sujatmoko, Aparatur Sipil Negara (ASN) di Balai Penyuluhan Pertanian Bathin II Babeko; dan M Subhan, ASN di instansi yang sama, di bawah Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bungo.
Dari surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap bahwa dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Sujatmoko dan Muhammad Subhan, bersama pengecer pupuk dari CV Abhi Praya, Sri Sumarsih, diduga melakukan rekayasa dokumen distribusi pupuk yang menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp3,8 miliar.
Sujatmoko dan Muhammad Subhan secara bersama-sama dengan Sri Sumarsih dengan sengaja membuat serta menandatangani dokumen rekapitulasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk periode Februari hingga Juli 2022. Mereka juga membuat dokumen Berita Acara Hasil Verifikasi dan Validasi Lapangan Tim Kecamatan, yang isinya seolah-olah telah sesuai dengan kenyataan di lapangan.
BACA JUGA:Imigrasi Kerinci Amankan WNA Asal Tiongkok, Terkait Penyalahgunaan Izin Tinggal
BACA JUGA:Diduga Akibat Konsleting Listrik, Satu Unit Rumah di Bungo Ludes
Dokumen-dokumen yang diduga dimanipulasi tersebut digunakan oleh para terdakwa untuk memvalidasi data penyaluran pupuk melalui aplikasi T-Pubers dalam sistem e-Verval, sehingga memungkinkan Sri Sumarsih sebagai pengecer melakukan penebusan pupuk subsidi dari distributor.
“Perbuatan ini membuat pemerintah harus membayar subsidi pupuk kepada pengecer yang seharusnya tidak berhak menerimanya,” ungkap JPU Chepy Indra Gunawan di hadapan majelis hakim.
Akibat dari rekayasa dokumen tersebut, negara dirugikan sebesar Rp3.868.902.528,50 sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03.03/SR-193/PW/05/5/2024 tanggal 26 Agustus 2024. Dana subsidi pupuk yang seharusnya diterima oleh petani dialihkan untuk kepentingan pribadi para terdakwa.
Modus yang dijalankan para terdakwa tergolong sistematis dan terencana, dengan melibatkan ASN yang memiliki kewenangan melakukan validasi di tingkat kecamatan dan pengecer yang terdaftar sebagai penerima jatah pupuk subsidi.
Sri Sumarsih, pengecer dari CV. Abhi Praya, diduga tidak menyalurkan pupuk bersubsidi yang telah ditebus dari CV. Tani Subur dan PT. BDMU kepada petani yang berhak menerima, yakni mereka yang tergabung dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Berdasarkan hasil penyidikan Kejaksaan Negeri Bungo, Sri Sumarsih justru menjual pupuk tersebut melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET), yang merupakan pelanggaran serius terhadap aturan distribusi subsidi.
“Pupuk bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi petani anggota RDKK, justru dijual ke pihak lain dengan harga lebih tinggi. Ini jelas merugikan petani dan negara,” sebut Chepy.
Tidak berhenti di situ, Sri Sumarsih juga diduga melakukan rekayasa laporan penyaluran pupuk. Ia membuat laporan bulanan yang menyatakan seolah-olah pupuk telah disalurkan sesuai prosedur. Untuk meyakinkan laporan tersebut, ia menyalin data petani dari RDKK — termasuk nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan jumlah pupuk — ke dalam dokumen rekapitulasi penyaluran pupuk bersubsidi.
Tanggal pada dokumen tersebut juga dimanipulasi agar sesuai dengan waktu penerimaan pupuk dari distributor, sehingga terkesan pupuk benar-benar disalurkan sesuai ketentuan. Dokumen rekayasa ini kemudian dilampirkan dalam laporan bulanan CV. Abhi Praya dan diserahkan ke distributor, sebagai syarat untuk bisa kembali menebus pupuk subsidi pada periode bulan berikutnya. (ira)