JAMBI - Perdagangan Karbon (Carbon Trading) menjadi salah satu sumber pendapatan daerah, mengingat Provinsi Jambi mempunyai potensi alam yang mendukung.
Perdagangan karbon tersebut mengacu pada sistem yang melibatkan pemberian nilai ekonomi pada emisi karbon, guna untuk mengurangi emisi pemerintah menuju net zero emission pada 2050.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sudirman mengatakan, bahwa dari perdagangan karbon tersebut, Pemerintah Provinsi Jambi menghasilkan pendapatan mencapai puluhan miliar di setiap tahunnya sejak tahun 2022.
"Per tahun kita bisa dapat sekitar Rp 23 miliar, bahkan ada yang sampai Rp 40 miliar," kata Sudirman.
BACA JUGA:Targetkan Jambi Jadi Kota Percontohan Pertama, Edi Purwanto Tinjau Kolam Retensi di Kota Jambi
BACA JUGA:Pembagian PI 10 Persen Harus Sesuai Regulasi
Ia menyebut, desa-desa yang berada di sekitar kawasan taman nasional, seperti di daerah Perbak, Kerinci, Bukit Dua Belas, Bukit Tiga Puluh, dan wilayah-wilayah lainnya turut merasakan manfaat dari program ini. Mereka tidak hanya mendapat dana, tetapi juga diberi peran aktif dalam menjaga kelestarian hutan.
“Selama ini kan semua yang jaga, ini tidak boleh, itu tidak boleh, tapi kemudian kompensasinya apa?,” tanya Sudirman.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa saat ini Provinsi Jambi tengah menunggu persetujuan dari kementerian agar bisa mendapatkan nilai manfaat yang lebih besar dari skema perdagangan karbon yang dijalankan.
“Nah nanti angka besarnya itu sekitar berapa triliun nantinya. Tapi masih menunggu tanda tangan dari kementerian,” bebernya.
Ia menyebutkan, dukungan dari masyarakat lokal, terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan, menjadi kunci keberhasilan program ini.
“Semua ini dilakukan agar hutan bisa terlindungi, terjaga,” ungkapnya. (cr01/enn)