MPR: HUT RI Momentum Pengakuan, Hak Masyarakat Adat Melalui UU MHA

Jumat 08 Aug 2025 - 18:46 WIB
Reporter : Antara
Editor : Jennifer Agustia

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI sebagai momentum pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat yang sedianya diakomodasi melalui hadirnya Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (UU MHA).

"Peringatan Hari Kemerdekaan pada bulan Agustus ini sejatinya merupakan momentum pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak seluruh rakyat, termasuk masyarakat adat, menjadi paradoks dengan masih terhambatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) hingga saat ini," kata Rerie, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan tertulis pada diskusi daring bertema "Meneguhkan Hak, Merawat Kearifan, Memperkuat Peran Masyarakat Adat di Indonesia" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 dalam rangka menyambut Hari Masyarakat Adat Internasional yang diperingati setiap 9 Agustus, pada Rabu (6/8).

Menurut dia, Hari Masyarakat Adat Internasional setiap tanggal 9 Agustus yang dideklarasikan PBB pada 1994 bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.

BACA JUGA:Kongres PWI 2025: Tetapkan Daftar Pemilih Tetap dan Jumlah Peninjau

BACA JUGA:Game Roblox Berpotensi Picu Perilaku Copycat

Dia memandang peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat komitmen terhadap keberagaman, eksistensi, dan keadilan bagi masyarakat adat yang telah berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pelestarian budaya.

Oleh sebab itu, anggota Komisi X DPR RI dia menyayangkan RUU Masyarakat Hukum Adat yang diharapkan menjadi payung hukum perlindungan masyarakat adat, justru belum juga disahkan pada usia kemerdekaan RI Ke-80.

Sebab, kata dia, tanpa pengakuan hukum maka masyarakat adat rentan terhadap perampasan hak dan marginalisasi padahal mereka lah yang menjaga kearifan lokal Indonesia.

"Meneguhkan hak, merawat kearifan lokal dan memperkuat peran masyarakat adat di Indonesia mesti dimulai dari pengakuan akan keberadaan seluruh masyarakat adat di Indonesia sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tuturnya.

Untuk itu, dia mendorong agar RUU MHA segera disahkan, mengingat masyarakat adat adalah bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.

Dia mengingatkan upaya menghadirkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat harus menjadi kepedulian semua pihak demi terwujudnya pemenuhan hak perlindungan menyeluruh masyarakat adat di tanah air.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yance Arizona menilai masyarakat adat sejatinya memiliki landasan filosofis karena pemerintahan Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk masyarakat adat.

Secara yuridis, kata dia, konstitusi UUD 1945 juga mengakui masyarakat adat pada sejumlah pasalnya, namun sejumlah pihak mendorong pengaturan yang lebih menyeluruh dalam satu undang-undang sebab sejumlah pengaturan terkait masyarakat adat itu selama ini tumpang tindih.

Adapun pendiri sekaligus Dewan Pembina Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nur Amalia menilai penanganan masyarakat adat membutuhkan kelembagaan khusus sebagai bentuk tindakan afirmatif (affirmative action).

Kategori :