Usia 20 tahunan memang sering dianggap fase menuju kedewasaan yang sebenarnya, dengan digadang-gadang sebagai fase paling menyenangkan dalam hidup yang penuh dengan kebebasan, ambisi, semangat dan harapan.
Namun tidak hanya hal indah saja, kebingungan, kecemasan, dan tekanan sosial yang lebih tinggi juga akan semakin menghantui dalam fase ini.
Dalam fase ini anak muda akan memulai karir mereka dengan menjalani hidup mandiri, membangun hubungan ke langkah yang lebih serius, mengeksplorasi sebuah kebebasan yang dapat dimiliki, atau bahkan mencari jati diri mereka.
Tetapi disisi lain, pasti muncul sebuah kebingungan dengan mulai mempertanyakan masa depan atau arah hidup, sehingga memunculkan kecemasan dan rasa tertekan pada diri sendiri.
BACA JUGA:Rahasia Belanja Online Tetap Bijak
BACA JUGA:SAH Beri Pesan kepada Kader, Kesuksesan Program Presiden Prabowo Adalah Kesuksesan Gerindra
Apalagi dengan perkembangan yang semakin modern dan cepat, banyak orang secara tidak langsung harus mengikuti arus agar tidak tertinggal.
Mungkin anda pernah melihat pencapaian teman dan merasa ketinggalan? atau menyesalkan keputusan yang telah dibuat sebelumnya, karena tidak sesuai dengan ekspektasi?.Kondisi ini dikenal dengan istilah quarter life crisis.
Istilah ini sangat populer di kalangan anak muda dan dialami oleh individu dengan usia 20 tahunan hingga awal usia 30 tahunan yang ditandai dengan perasaan ragu arah hidup setelah menyelesaikan pendidikan.
Dikutip dari jurnal EBSCO, istilah quarter life crisis telah digunakan pada tahun 1968 oleh seorang psikolog, Erik H. Erikson untuk menggambarkan salah satu dari delapan dilema yang dialami orang-orang selama hidup.
Sedangkan psikologi Jeffrey Arnett mengatakan pada fase ini orang-orang dengan usia tersebut mulai mengeksplorasi apa yang diinginkannya. Tetapi, bagian otak yang bertanggung jawab mengendalikan impuls belum sepenuhnya terbentuk hingga akhir usia 20 an. Hal ini menjadi alasan kelompok usia ini cenderung mengalami quarter life crisis.
Selain itu, terdapat faktor-faktor lainnya yang menjadi penyebab maraknya istilah ini digunakan oleh anak muda jaman sekarang.
Transisi Remaja ke Dewasa: Kondisi yang berbeda dari remaja dan dewasa dapat memberikan efek ketakutan atau kecemasan karena harus memikirkan masa depan dengan benar.
Tekanan dari Lingkungan Sosial: Ekspektasi yang begitu tinggi dari keluarga, kerabat atau teman dapat menyebabkan tekanan dan memicu perasaan gagal jika tidak sesuai dengan ekspektasi yang diinginkan.
Ketidakpastian Masa Depan: Tujuan hidup yang masih belum terarah dapat menimbulkan kecemasan akan masa depan. Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin maju dengan berbagai perubahan yang sangat cepat membuat kebingungan dan sulit memprediksi masa depan.