KPK Diminta Mengembalikan Uang Pembelaan Terdakwa Perkara Suap Gratifikasi Ketok Palu Jambi
SIDANG LANJUTAN: Para Terdakwa korupsi uang ketok palu pengesahan PABD 2027-2018 ketika mengikuti persidangan, belum lama ini. -Finarman Wapu/Jambi Independent -Jambi Independent
Jambi – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengembalikan uang titipan para terdakwa perkara suap ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018. Ini dituangkan dalam nota pembelaan penasihat hukum terdakwa Mely Hairiya, Luhut Silaban, Edmon, M Khairil, Mesran, dan Rahima.
Dalam pembelaan kuasa hukum Mely Hairiya, Luhut Silaban, M. Khairil, dan Mesran, menyatakan bahwa para terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Mereka memerintahkan kepada JPU untuk mengembalikan uang yang telah diserahkan terdakwa sebesar Rp 100 juta dari Mely Hairiya, dan Rp 200 juta oleh Luhut Silaban, M. Khairil, dan Mesran ke rekening KPK karena uang tersebut bukan berasal dari APBD.
BACA JUGA:Tiga Pemuda Berandalan Bermotor Diamankan
BACA JUGA:Ini 5 Efek Samping Mencabut Uban Setiap Hari yang Jarang Diketahui
Mereka juga menyatakan bahwa semua alat bukti yang disampaikan oleh JPU tidak dapat membebankan biaya perkara kepada terdakwa.
Kuasa hukum Edmon dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan kliennya menerima uang ketok palu.
Menurutnya, kesaksian satu-satunya saksi yang menyatakan Edmon menerima uang suap tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan keterangan saksi lainnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Edmon membantah kliennya menerima uang ketok palu. Dari 33 saksi yang dihadirkan JPU, hanya satu saksi, yakni Kusnidar, yang menyatakan adanya proses serah terima uang kepada Edmon. Namun, keterangan ini disangkal oleh Edmon dengan mengacu pada Pasal 185 ayat 6 KUHAP.
BACA JUGA:Grebek Basecamp Narkoba, Polisi Temukan Alat Hisap Sabu
BACA JUGA:Polisi Surati KSOP dan BPTD
"Tidak ada kesesuaian keterangan saksi yang satu dengan yang lain. Tidak ada saksi lain yang menyatakan Edmon menerima uang ketok palu Rp 100 juta. Keterangan satu saksi tidak cukup jika tidak didukung oleh saksi lain," jelas kuasa hukum Edmon.
Sementara itu, panasihat hukum Rahima berargumen bahwa uang Rp 200 juta yang diterima kliennya dari Apif Firmansyah bukan merupakan uang suap, melainkan pinjaman untuk biaya kampanye pilkada. Karena menduga uang tersebut sama dengan yang diterima terdakwa lain, Rahima mengembalikannya ke KPK.
Tindakan Rahima mengembalikan uang yang diduga sebagai uang ketok palu pengesahan RAPBD menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi yang didakwakan tidak terbukti secara sah. Oleh karena itu, terdakwa harusnya dibebaskan.