Gawat, Paylater Banyak Digunakan Anak Muda, Berikut Presentase dan Penyebabnya!

Ilustrasi Paylater--

JAMBIKORAN.COM – Penggunaan paylater atau bayar nanti banyak memberi manfaat untuk beberapa orang, terutama untuk memenuhi kebutuhan primer.

Namun, hal itu juga bisa menjadi negatif jika digunakan secara terus-menerus dan hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa mayoritas kaum muda cenderung menggunakan layanan buy now pay later (BNPL) untuk berutang. Friderica Widyasari Dewi juga, menyatakan bahwa tren berutang melalui paylater menjadi perhatian regulator di seluruh dunia.

Penggunaan payleter tersebut sebagian besar dana tersebut digunakan untuk kebutuhan gaya hidup. Friderica, atau yang akrab disapa Kiki, juga memperingatkan bahaya fenomena fear of missing out (FOMO), You only live once (YOLO), dan doom spending yang mendorong perilaku konsumtif dan berutang.

BACA JUGA:Tuntut Formasi PPPK, Ratusan Honorer RSUD Raden Mattaher Ancam Mogok Kerja

BACA JUGA:Buka-Tutup Kulkas, Kebiasaan Sepele yang Bikin Tagihan Listrik Melonjak!*

"Anak muda ini Fomo, kalau nggak ikut khawatir dibilang ketinggalan zaman, terus Yolo. Katanya sekarang tren baru doom spending, belanja serasa mau kiamat. Jadi, anak muda ini kemudian membelanjakan yang dimiliki seolah tidak ada hari besok. Paling gawat belanjanya bukan dari uang yang dimiliki, tapi dari uang yang utangan tadi," kata Kiki dalam acara Like It yang ditayangkan di YouTube OJK pada Minggu 6 Oktober 2024.

Selain itu, ada juga fenomena memberi penghargaan instan kepada diri sendiri yang dianggap berbahaya, terutama bagi generasi muda yang belum memiliki penghasilan tetap.

Menurutnya, tren ini membuat anak muda semakin terbiasa berutang. Terlebih, kemudahan akses pinjaman saat ini melalui teknologi seperti pinjaman online dan paylater membuat mereka semakin mudah untuk meminjam uang dan membelanjakannya untuk barang-barang yang kurang produktif.

"Karena dengan ada pinjol, paylater sangat mudah anak muda kita bisa mendapatkan pinjaman kemudian membelikan barang yang tidak produktif," jelasnya.

BACA JUGA:Ingin Tidur Nyenyak dan Bebas Stres? Coba Mandi Tengah Malam!

BACA JUGA:Presiden Jokowi Tegaskan Pentingnya Keseimbangan Harga Terkait Deflasi di Indonesia

Dari data yang dipaparkan, pengguna paylater didominasi oleh generasi Z, terutama kelompok usia 26-35 tahun. Rinciannya adalah 26,5% pengguna berusia 18-25 tahun, 43,9% berusia 26-35 tahun, 21,3% berusia 36-45 tahun, 7,3% berusia 46-55 tahun, dan hanya 1,1% berusia di atas 55 tahun.

Sebagian besar penggunaan paylater digunakan untuk keperluan gaya hidup, seperti fashion (66,4%), perlengkapan rumah tangga (52,2%), elektronik (41%), laptop atau ponsel (34,5%), dan perawatan tubuh (32,9%). (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan