Upaya Hapus Perkawinan Anak Harus Konsisten

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat-antara-Jambi Independent

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa upaya penghapusan perkawinan anak harus konsisten. Ini demi mengakselerasi lahirnya generasi penerus bangsa yang berdaya saing pada masa depan.

"Tren penurunan angka perkawinan anak yang terjadi saat ini harus kita syukuri. Namun, lebih penting dari itu adalah bagaimana perkawinan anak itu benar-benar bisa dicegah agar tidak terjadi," kata Lestari, Senin (24/3).

Berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), angka perkawinan anak terus menurun dalam rentang waktu 2021—2023 dengan perincian 10,35 persen pada tahun 2021, 9,23 persen pada tahun 2022, dan 6,92 persen pada tahun 2023.

Menurut Kemen PPPA, kata Lestari, pencapaian tersebut merupakan hasil kerja para pemangku kepentingan lintas sektor dari tingkat provinsi hingga desa serta tokoh masyarakat dan agama.

BACA JUGA:Prabowo Panggil Sejumlah Menteri, Bahas Persiapan Sekolah Rakyat

BACA JUGA:SAH Turun Langsung Bagikan Zakat, Infaq dan Sadaqah pada Penyapu Jalan

Ia mengapresiasi penurunan angka perkawinan anak di Indonesia.

Diharapkan pula agar kolaborasi antarpihak terkait terus ditingkatkan sehingga perkawinan anak benar-benar dapat dihapuskan.

"Pasalnya, bila perkawinan anak masih terjadi, kekhawatiran kualitas generasi penerus bangsa yang rendah pada masa datang makin besar," katanya. 

Ditekankan pula, bahwa perkawinan anak harus dihapuskan. Sebab perkawinan usia dini berisiko tingkatkan kematian bayi.

"Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi bila perkawinan anak masih terjadi,” sambungnya. 

Untuk itu, Rerie berharap pihak-pihak terkait dapat terus meningkatkan kolaborasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak di daerahnya masing-masing.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, seseorang masih tergolong anak apabila berusia di bawah 18 tahun. Dengan demikian, pernikahan yang dilakukan sebelum usia dimaksud termasuk dalam kategori perkawinan anak.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2018 menyebutkan anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun dapat meningkatkan risiko putus sekolah. Hal ini dapat menghambat perkembangan karier mereka pada masa depan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan