Pengadaan Private Jet KPU Disoal

DILAPORKAN: Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia saat melapor ke KPK.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Trasnsparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia dan Trend Asia melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan private jet di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tahun anggaran 2024.
“Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan penyalahgunaan private jet KPU yang dilakukan pada tahun 2024 kemarin. Laporan kami sudah diterima dan tinggal menunggu tindak lanjut dari (bagian) Pengaduan KPK,” ujar Agus Sarwono dari TI Indonesia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Rabu (7/5).
Agus menjelaskan bahwa laporan tersebut disusun berdasarkan tiga hal. Pertama, dari aspek pengadaan barang atau jasa (procurement).
Sejak tahapan perencanaan, Agus menjelaskan bahwa pengadaan sewa private jet sudah bermasalah.
BACA JUGA:Saeful Bahri Mangkir dari Sidang Hasto
BACA JUGA:Manna Haikal
Kemudian, untuk pemilihan penyedia melalui e-katalog/ e-purchasing sangat tertutup dan dicurigai sebagai pintu masuk terjadinya praktik suap.
Agus mengungkapkan bahwa perusahaan yang dipilih oleh KPU masih tergolong baru, yang dibentuk pada tahun 2022 tidak pengalaman sebagai penyedia, memenangkan tender, dan tergolong sebagai perusahaan skala kecil.
"Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal, salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu," jelas Agus.
Lalu, lewat penelusuran Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ditemukan nama paket pengadaan 'Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik' dengan kode 3276949 senilai Rp 46.195.659.000.
Untuk uraian pekerjaan dari paket pengadaan itu berbunyi 'Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik untuk Monitoring dan Evaluasi Logistik Pemilu 2024'.
Dua dokumen kontrak yang terkait dengan pengadaan itu masing-masing tertanggal 6 Januari 2024 dengan nilai Rp 40.195.588.620, dan kontrak tertanggal 8 Februari 2024 dengan nilai Rp 25.299.744.375.
Jika ditotal, jumlahnya menjadi Rp65.495.332.995.
“Dari dua dokumen kontrak yang ditemukan di laman LPSE, juga ditemukan indikasi mark-up karena nilai kontraknya melebihi dari jumlah pagu yang telah ditetapkan,” ungkap Agus.