7 dari 10 Anak Bermata Minus Alami Gangguan Emosional

Ilustrasi Anak Bermata Minus--
JAMBIKORAN.COM - Gangguan penglihatan pada anak ternyata tak hanya berdampak pada kemampuan mereka melihat tulisan di papan tulis, tetapi juga berpengaruh terhadap kondisi emosional dan mental.
Dokter Spesialis Mata dari Yayasan Sentra Kolaborasi Kesehatan Nasional (YSKKN), Kianti Raisa Darusman, mengungkapkan bahwa anak dengan gangguan penglihatan cenderung lebih mudah mengalami kecemasan, kesedihan, dan kesulitan berkonsentrasi di sekolah.
Temuan tersebut disampaikan dalam kegiatan uji publik inovasi pemeriksaan mata dan jiwa anak Indonesia yang digelar Cermata di Jakarta, Kamis (10/10).
Berdasarkan survei YSKKN terhadap lebih dari 1.200 pelajar SD dan SLB, sekitar 40 persen anak diketahui memiliki gangguan penglihatan. Dari jumlah itu, sekitar 70 persen menunjukkan gejala emosional seperti stres dan kecemasan.
BACA JUGA:Daftar 13 Kereta Api Bersubsidi 2025: Cek Harga, Rute, dan Cara Beli Tiket Kereta PSO
BACA JUGA:BMKG Peringatkan Suhu Panas Ekstrem hingga 35 Derajat Celcius di Sejumlah Kota, Waspadai Dampaknya!
Kianti menjelaskan bahwa hubungan antara penglihatan dan kesehatan mental bersifat dua arah. Anak dengan gangguan penglihatan dapat mengalami stres atau kehilangan kepercayaan diri, sedangkan anak yang mengalami tekanan emosional juga berisiko mengalami penurunan fungsi penglihatan.
Kondisi ini sering kali membuat anak dianggap tidak fokus atau nakal, padahal penyebab utamanya adalah keterbatasan dalam melihat dengan jelas.
Oleh karena itu, Kianti menilai perlu adanya skrining terpadu di sekolah-sekolah yang tidak hanya menilai kesehatan mata, tetapi juga kondisi psikologis anak.
Pendekatan holistik semacam ini, menurutnya, penting untuk diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan dan kesehatan nasional, misalnya melalui Program Cek Kesehatan Gratis (CKG).
BACA JUGA:4 Kondisi Kesehatan yang Wajib Jalani Pola Makan Gluten Free
BACA JUGA:Heboh! Turis China Pamer Trik Hemat di Jepang, Cari Sampel Makanan Gratis
Ia berharap hasil penelitian ini bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk memperluas layanan deteksi dini kesehatan mata dan jiwa anak di seluruh Indonesia.
Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki risiko dua kali lebih tinggi mengalami gangguan penglihatan dibandingkan anak laki-laki.