Ketika Prosedur Dilanggar, Negara Hukum Kehilangan Wibawa
Prof. Dr. Usman, S.H., M.H.-IST/JAMBI INDEPENDENT-
Hukum tidak hanya hidup dari aturan, tetapi dari moralitas. Sebagaimana dikemukakan Lon Fuller, hukum kehilangan legitimasi moralnya bila ditegakkan melalui cara melanggar hukum. Satjipto Rahardjo mengingatkan bahwa hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.
Ketika aparat merasa bahwa tujuan menegakkan hukum dapat membenarkan segala cara, maka negara hukum sedang kehilangan rohnya. Hukum berubah menjadi alat kekuasaan, bukan instrumen keadilan.
Penutup
Kasus-kasus yang menunjukkan pelanggaran prosedur harus menjadi alarm keras bagi proses penegakan hukum di Indonesia. Kekuasaan yang tidak dibatasi hukum adalah ancaman bagi kebebasan warga negara. Prosedur bukan penghambat, tetapi pagar agar hukum tetap bermartabat.
Penegakan hukum hanya akan memiliki wibawa apabila dilakukan melalui proses yang sah, adil, dan sesuai prinsip due process of law. Tanpa itu semua, hukum akan berubah menjadi bayang-bayang formalitas—kosong tanpa jiwa, dan kehilangan kemampuannya melindungi warganya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku & Literatur Ilmiah
1. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
2. Andi Hamzah. KUHAP dan Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2014.
3. Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
4. Lon L. Fuller. The Morality of Law. Yale University Press, 1969.
5. Peter Mahmud Marzuki. Filsafat Hukum. Kencana, 2017.
6. Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif. Yogyakarta: Genta Publishing, 2006.
7. Luhut M.P. Pangaribuan. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Djambatan, 2013.