DKPP Berhentikan Ketua Bawaslu Kepulauan Yapen
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Ketua Bawaslu Kepulauan Yapen-Foto : Antara-Jambi Independent
JAKARTA,JAMBIKORAN.COM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras sekaligus pemberhentian dari jabatan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Yapen kepada Hofni Yulius Mandripon dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta.
Hofni Yulius Mandripon berstatus sebagai Teradu VI dalam perkara dengan nomor 190-PKE-DKPP/IX/2025 yang diadukan oleh empat pengadu, yaitu Kadir Salwey, Nataniel Wanaribaba, Simei Simeon Mudumi, dan Ribka Karubaba.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Ketua kepada Teradu VI, Hofni Yulius Mandripon, selaku Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo di Ruang Sidang DKPP, Jakarta.
BACA JUGA:Bawaslu Temukan Data Pemilih Tak Akurat Hasil Coktas
Hofni terbukti memiliki kedekatan hubungan dengan seorang perempuan yang menjadi Staf Panitia Distrik Ampimio yang kemudian diperbantukan di Sekretariat Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen.
Ia dinilai telah memanfaatkan kedudukan dan kewenangan jabatannya untuk mendekati hingga tinggal bersama keluarga staf tersebut.
Dalam pertimbangan putusan perkara Nomor 190-PKE-DKPP/IX/2025, DKPP menyebut Hofni selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki tuntutan pekerjaan untuk menjaga harkat dan martabat jabatan, menghindari penyalahgunaan wewenang, serta memastikan setiap penggunaan kewenangan dilakukan hanya untuk kepentingan tugas pengawasan pemilu.
“Pemanfaatan posisi jabatan untuk membangun relasi pribadi yang tidak patut, apalagi sampai tinggal bersama, menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan otoritas dan konflik kepentingan yang tidak dapat dibenarkan dalam kerangka tugas pengawasan,” kata Ratna Dewi.
BACA JUGA:Rambut Rontok Berlebihan? Kenali Penyebab dan Cara Menguranginya Secara Aman
DKPP menilai tindakan Hofni secara nyata telah melanggar prinsip integritas, profesionalitas, dan keteladanan moral yang merupakan landasan utama bagi seorang penyelenggara pemilu.
Terlebih ketika relasi tersebut terjadi dalam konteks ketimpangan posisi atau kekuasaan, maka hal itu menimbulkan adanya pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi, merusak kredibilitas pribadi, serta mencederai kehormatan institusi Bawaslu.
“Berdasarkan fakta persidangan, tindakan Teradu VI tersebut merupakan tindakan pemanfaatan kedudukan yang menimbulkan kerentanan terhadap penyalahgunaan otoritas, merusak kepercayaan publik, dan mencederai marwah lembaga pengawas pemilu,” tuturnya.
Dalam sidang ini, DKPP membacakan putusan untuk tiga perkara, yakni perkara 190-PKE-DKPP/IX/2025, 192-PKE-DKPP/IX/2025, dan 194-PKE-DKPP/IX/2025.