Mengasuh Anak yang Toleran: Begini Cara Kenalkan Perbedaan Agama dan Budaya Sejak Dini

Reporter: Elisa Sakinah |

Editor: Finarman |

Kamis , 27 Nov 2025 - 16:00

Mengasuh Anak yang Toleran: Begini Cara Kenalkan Perbedaan Agama dan Budaya Sejak Dini--

5. Perhatikan sikap orang tua

Jika orang tua merasa tidak nyaman dengan keberagaman, anak akan dengan mudah menangkap sinyal tersebut. Penting untuk menghindari mendefinisikan seseorang berdasarkan ras semata dan lebih mengutamakan karakter atau perilaku sebagai penilaian utama dalam percakapan sehari-hari.

6. Diskusikan representasi di media

Film, acara televisi, dan iklan kerap menampilkan representasi ras dan budaya. Tidak semuanya memberi gambaran yang benar. Orang tua sebaiknya mengajak anak membahas stereotip negatif dan menjelaskan mengapa persepsi seperti itu tidak adil. Penting juga mengenalkan pengertian rasisme dan dampaknya dalam kehidupan sosial.

Dengan pendampingan yang tepat, anak dapat belajar memahami dan menghargai keberagaman sejak dini.

Sikap toleran pun bisa tumbuh secara alami melalui contoh dan interaksi sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat. (*)

mengasuh anak yang toleran: begini cara kenalkan perbedaan agama dan budaya sejak dini                            jambikoran.com - saat anak sulung penulis memasuki sekolah dasar, ia kerap mempertanyakan perbedaan budaya yang ia temui dari teman-teman dan tetangga di sekitarnya.
lingkungan yang dihuni banyak pendatang dari berbagai provinsi di indonesia membuat anak semakin sering menemukan beragam kebiasaan dan tradisi.
misalnya, ia penasaran saat melihat tetangga asal bali menjalankan ritual keagamaan, bertanya soal logat bicara seseorang, warna kulit yang berbeda, hingga rasa masakan khas daerah yang sering dibagikan tetangga.
kebingungan pun muncul mengenai bagaimana cara memberikan penjelasan yang tepat.
baca juga:wabup bungo tri wahyu hidayat ungkap strategi baru tekan stunting 2025
baca juga:bupati m syukur tegaskan koperasi merah putih bukan lahan cuan pejabatv
menurut psikolog klinis christina tedja, pada dasarnya tidak ada anak yang secara alami bersikap rasis; mereka hanya menyerap informasi dari lingkungan.
ia menekankan bahwa orang tua perlu berhati-hati agar tidak tanpa sengaja menggiring anak pada opini publik yang negatif terkait perbedaan agama atau budaya.
christina menjelaskan bahwa penerimaan terhadap perbedaan dimulai dari perilaku orang tua sendiri. sikap sehari-hari orang tua terhadap individu dari etnis atau agama berbeda akan ditiru oleh anak.
jika orang tua menunjukkan penerimaan dan menghargai perbedaan, anak akan belajar hal yang sama. sebaliknya, jika orang tua mudah mengeluhkan perbedaan atau memprotesnya, pola pikir tersebut dapat terbentuk pada diri anak.
baca juga:tingkatkan kapasitas pengelolaan hutan azhar hamzah buka workshop multi pihak pws
baca juga:perpindahan asn ke ikn ditunda
penulis parenting katherine lee juga menyampaikan bahwa topik keberagaman sangat ideal untuk diperkenalkan kepada anak-anak usia sekolah dasar.
pada tahap ini, mereka mulai aktif membandingkan diri dengan lingkungan dan semakin ingin tahu tentang perbedaan fisik maupun budaya.
secara perkembangan, anak sd sudah mampu mengenali perbedaan ras dan budaya, dan inilah waktu yang tepat bagi orang dewasa di sekitar mereka untuk membentuk sikap positif terhadap keberagaman.
lee juga memberikan beberapa panduan kepada orang tua ketika mendampingi anak memahami keragaman:
baca juga:20 agenda disubsidi setiap tahun
baca juga:ira puspadewi diperkirakan bebas hari ini
1. tidak perlu memaksa anak “toleran”
anak-anak umumnya memiliki rasa keadilan alami. selama tidak diajarkan untuk bersikap kejam atau menyakiti, mereka tahu bahwa menyakiti secara fisik ataupun verbal adalah tindakan yang salah. orang tua hanya perlu memelihara sikap positif ini tanpa mengintervensi secara berlebihan.
2. izinkan anak bertanya
pertanyaan mengenai warna kulit, kebiasaan adat, atau perbedaan fisik adalah hal yang wajar. anak sedang belajar mengategorikan dunia di sekitarnya, sehingga mereka perlu ruang untuk berdiskusi secara terbuka.
baca juga:400 lebih interaksi dalam tiga hari
baca juga:kantor pengelola pasar angso duo digeledah
3. tekankan nilai keberagaman
di sekolah, anak akan bertemu dengan teman-teman dari berbagai latar belakang. orang tua dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menegaskan bahwa keberagaman budaya dan ras merupakan hal yang bernilai dan patut dihargai.
4. ajarkan sikap menghargai segala bentuk perbedaan
tidak hanya perbedaan ras dan budaya, tetapi juga perbedaan kondisi ekonomi, gender, hingga kemampuan fisik. cara ini membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang inklusif dan bijak dalam lingkungan yang majemuk.
baca juga:kantor pengelola pasar angso duo digeledah
baca juga:bptd siapkan tujuh langkah strategis 
5. perhatikan sikap orang tua
jika orang tua merasa tidak nyaman dengan keberagaman, anak akan dengan mudah menangkap sinyal tersebut. penting untuk menghindari mendefinisikan seseorang berdasarkan ras semata dan lebih mengutamakan karakter atau perilaku sebagai penilaian utama dalam percakapan sehari-hari.
6. diskusikan representasi di media
film, acara televisi, dan iklan kerap menampilkan representasi ras dan budaya. tidak semuanya memberi gambaran yang benar. orang tua sebaiknya mengajak anak membahas stereotip negatif dan menjelaskan mengapa persepsi seperti itu tidak adil. penting juga mengenalkan pengertian rasisme dan dampaknya dalam kehidupan sosial.
baca juga:gerakan posyandu aktif: generasi sehat, masa depan hebat
baca juga:tekankan kolaborasi enam spm dan penguatan paud 
dengan pendampingan yang tepat, anak dapat belajar memahami dan menghargai keberagaman sejak dini.
sikap toleran pun bisa tumbuh secara alami melalui contoh dan interaksi sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat. (*)

Tag

Share

Koran Edisi Terbaru

Baca Koran Jambi Independent 28 November 2025

Berita Terkini

Berita Terpopuler

Berita Pilihan