Angka Digital
Disway--
LIHATLAH dua angka itu: mana yang angka delapan.
"Yang kiri," kata saya.
"Yang kanan," kata OCR-nya KPU.
Cara menulis angka itulah yang jadi persoalan di Pemilu 2024.
Salah satu dari tujuh anggota KPPS yang ada di TPS harus bisa menulis angka delapan model kanan.
Angka delapan tidak boleh ditulis seperti yang di kiri. Itu tidak dikenal oleh alat baca digital.
Masih ada empat angka lagi yang membuat OCR suka geleng-geleng kepala –kalau ia punya kepala. Yakni angka satu vs tujuh dan angka dua vs lima.
"Kami sudah dilatih. Ikut training. Tiga kali. Juga sudah latihan sendiri," ujar Harun Akbar, seorang petugas KPPS. "Tapi tetap tidak bisa menulis angka delapan seperti yang dikehendaki sirekap," ujar Harun yang di Pemilu lalu dapat tugas sebagai rekaper."Setiap ketemu angka delapan saya panggil teman KPPS yang ada di TPS. Saya minta ia yang menuliskannya," tambah Harun.
Harun orang Serang, Banten. Ia lulusan pondok modern Gontor, Ponorogo. Gelar sarjananya pun dari Gontor.
TPS tempat Harun bertugas agak jauh dari rumah Anda: di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Harunlah yang selama dua hari menemani saya di Riyadh: Senin-Selasa lalu.
Kesulitan menuliskan angka itu juga diakui Dhina Khairianniyah di Mojokerto. Dari Riyadh saya banyak bertanya ke Dhina: pakai WA.
"Kalau nulis angkanya tidak sesuai dengan bentuk yang diinginkan OCR tidak bisa difoto," ujar Dhina.
Anda sudah tahu, OCR adalah optical character recognition, alat optik pengenal huruf.
Di TPS Mojokerto Dhina mendapat tugas sebagai juru foto hasil rekap Pemilu. Dia seorang bidan. Alumni Stikes PPNI Mojokerto. Dhina juga ikut pelatihan cara memotret hasil rekap suara di TPS.
Seperti wanita pada umumnya Dhina memiliki HP merek Samsung. Dia memotret rekap dengan HP itu. HP Dhina sebelumnya pun juga Samsung.
Dhina dapat tambahan honor Rp 100.000 –biaya pengganti pulsa untuk unggah hasil pemotretannyi ke server KPU.
Memang baru di Pemilu 2024 KPU pakai sistem sirekap. Agar penghitungan suara bisa berlangsung cepat. Meski begitu penghitungan manual tetap dilakukan. Sebagai dokumen hukum hasil Pemilu.
Dari foto yang diunggah orang seperti Harun dan Dhina itulah pergerakan suara di real count KPU bersumber. Anda sudah tahu: angkanya loncat-loncat. Menurut Harun banyak kasus angka delapan itu terbaca nol. Ini harus dievaluasi untuk penyempurnaan ke depan.
Sebenarnya sudah ada pola yang disediakan sirekap di kertas rekap angka. Ada kotak-kotak untuk angka. Di dalam kotak itu ada titik titik kecil. Saat petugas menuliskan angka tinggal menghubungkan titik titik itu menjadi bentuk sebuah angka. Jadilah angka gaya digital.
"Kan kotak angkanya kecil, saya mengalami kesulitan menghubungkan titik titik itu," ujar Harun.
Kenapa bertugas di bagian rekap?
Pembagian tugas di KPPS luar negeri rupanya beda.
Di Mojokerto dasarnya musyawarah. Di antara tujuh anggota KPPS itu sendiri yang bermusyawarah: siapa juru fotonya, penulis angkanya, penunggu kotak suara, dan yang di bagian pendaftaran pemilih.
Di Riyadh, ketika SK KPPS diterima sudah berikut ''siapa bertugas jadi apa''.
Dhina bertugas sebagai juru foto dan unggah foto. Untuk penulis angkanya disepakati: Bu Ummah. Dia seorang guru. Tulisannya rapi dan baik.
Bagaimana kalau menuliskannya salah? Bisa di tipe-ex. Lalu diulangi. Yang seperti itu sering terjadi. Baik karena salah angka maupun salah bentuk. Semua disaksikan oleh anggota KPPS maupun saksi-saksi dari partai dan pengawas Pemilu.
Setelah pengisian lembaran rekap itu selesai para saksi memeriksa. Dicocokkan dengan hasil penghitungan suara. Kalau ada kesalahan diubah. Kalau sudah pas semua membubuhkan tanda tangan.
Begitu semua saksi tanda tangan, itulah momentum yang paling membahagiakan anggota KPPS. Ada yang tepuk tangan. Satu tahap penghitungan selesai. Tinggal juru foto sekaligus upload yang belum selesai bertugas.
Di dalam negeri, itu baru kebahagiaan tahap satu. Masih ada proses penghitungan suara kotak satunya lagi. Di luar negeri hanya ada satu kotak suara: untuk Pilpres. Di dalam negeri masih ada tiga kotak lagi. Tiga? Empat! Masih ada empat kotak lagi: DPRD kab/kota, DPRD provinsi, DPR, dan DPD.
Masuk perekapan kotak kedua hari sudah senja. Sudah mulai gelap. Apalagi kotak ketiga dan keempat.
Itu tantangan tersendiri bagi petugas foto seperti Dhina: pencahayaan.
Dhina tidak menemukan kesulitan. TPS-nyi di sebuah gedung yang penerangannya cukup.
Di Riyadh TPS-nya di luar gedung. Sampai perlu bantuan lampu sorot dari kedutaan.
Cara motretnya yang beda-beda. Ada yang lembaran rekap itu ditempel didinding: lalu difoto. Itu dilakukan di Riyadh.
Ada juga yang memilih kertas lembaran itu dihampar di lantai. Lalu difoto dari atas. Itulah yang dilakukan Dhina di Mojokerto.
Pemotretan itu perlu latihan karena bukan potret biasa. Foto itu akan diunggah ke sirekap.
Dhina harus membuka dulu aplikasi sirekap dari KPU. Ada barcode-nya. Ada pilihan di situ: unggah foto.
Muncullah di layar HP: objek yang akan difoto. Objek itu harus masuk sempurna ke dalam kotak yang disediakan.
Kalau objek belum dalam posisi yang tepat belum bisa diunggah. Kalau objek sudah pas, akan ada tanda hijau di sekitar objek. Itulah saatnya Dhina mengunggah ke server KPU. Lalu ada penanda apakah foto sudah terbaca atau belum. Juga apakah perlu ada pengulangan.
Upload-nya itu yang kadang lama. Penanda di layar HP muter-muter lama. Seperti servernya penuh atau antre. Sampai tiga atau lima menit.
Apakah sistem sirekap perlu dilanjutkan di Pemilu depan?
Menurut Dhina perlu. Tinggal menyempurnakan. Inilah cara tercepat untuk jumlah TPS yang begitu banyak dan menyebar di wilayah yang begitu luas.
Keunggulannya: angka-angka di foto tidak bisa diedit oleh yang mau curang.
Saya tidak tahu: mengapa bukan pakai scan. Setahu saya scan lebih sempurna dari foto. Bukankah di semua HP juga ada fasilitas scan? Apakah hasil scan bisa diedit? Saya awam soal ini. Mungkin perusuh seperti Sabarikhlas yang tahu.
Angka 8 adalah angka mimpi saya. Mimpi yang sulit terwujud. Teman sekelas saya sering dapat angka 8 di ulangan. Dipamer-pamerkan. Ditempelkan di pipinya. Saya hanya bisa iri.
Angka delapan ternyata banyak persoalan. Di mata OCR: nilainya bisa hanya nol. (Dahlan Iskan)