Terapkan Digitalisasi dan Solusi Berbasis Alam Sebagai Metode Pengelolaan Air IKN

Kawasan titik nol Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.-antara-Jambi Independent

JAKARTA - Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan penerapan digitalisasi dan Solusi Berbasis Alam sebagai metode pengelolaan air dan manajemen bencana di Nusantara, Kalimantan Timur.

Kepala OIKN Bambang Susantono mengatakan, pihaknya menunjukkan aksi nyata dalam menangani isu pengelolaan sumber daya air, terutama di wilayah Nusantara.

Hal ini disampaikan oleh Bambang Susantono dalam panel ahli dan pemimpin tingkat tinggi mengenai air dan bencana (HELP) ke-23 yang merupakan bagian dari rangkaian acara World Water Forum ke-10.

“Pada forum ini, saya mengusulkan agar kita terus mengadvokasi penerapan digitalisasi dan solusi berbasis alam secara lebih luas. Saat kita berusaha mencapai kerangka kerja untuk mengatasi masalah air pada World Water Forum ke-10 yang akan dimulai besok, saya ingin mendorong semua pihak untuk terus menyerukan percepatan adopsi kedua elemen praktis namun transformatif ini,” ujar Bambang di Bali, Minggu.

BACA JUGA:Target Prestasi Tingkat Nasional, Dispora Kota Jambi Seleksi Program Pemuda Pelopor

BACA JUGA:Ratusan Jemaat Hadiri Perayaan Hari Pentakosta di GPI AurDuri Kota Jambi

OIKN mengusulkan agar solusi digital dan berbasis alam terus diadvokasi untuk diterapkan secara lebih luas. Kedua elemen ini dianggap sebagai langkah praktis dan transformatif yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah terkait air.

Dalam enam bulan terakhir, tantangan terkait air semakin meningkat, termasuk bencana air, nexus air-pangan-energi, dan dampak air terhadap kualitas hidup.

Di wilayah seperti Rio Grande do Sul di Brasil, Baghlan Utara di Afghanistan, dan Sumatera Barat di Indonesia, masyarakat masih memulihkan diri dari banjir yang menewaskan sekitar 500 orang dan membuat lebih dari 90.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Di Asia Tenggara, dalam empat bulan pertama tahun ini, terjadi setidaknya 320 insiden banjir dan kekeringan, yang menyebabkan ratusan kematian dan banyak kehilangan tempat tinggal. Insiden ini terjadi di tengah banyak negara berkembang yang masih jauh dari pencapaian SDG 6 tentang Air Bersih dan Sanitasi, dengan sekitar 1,9 miliar orang di Asia dan Pasifik masih kekurangan akses ke air bersih dan sanitasi menurut UNESCAP.

BACA JUGA:Dukungan Mengalir dari Umat Tionghoa, Budi Yako Tatap Pilwako Jambi 2024 dengan Mantap

BACA JUGA:Cara Mengatasi Foto WhatsApp Tidak Masuk Galeri

Bambang Susantono menekankan bahwa transformasi digital dapat menyediakan data yang luas untuk analisis mendalam, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat ketahanan sistem air. Solusi berbasis alam, seperti reforestasi dan sistem drainase berkelanjutan, menawarkan peluang untuk menciptakan kehidupan yang lebih berkelanjutan.

“Sebagai contoh, di ibu kota baru Indonesia, Nusantara, terdapat pondok pesantren Hidayatullah di Kecamatan Sepaku. Di dalam sekolah seluas 10 hektare ini, terdapat basin retensi alami yang merupakan sumber air bersih vital. Basin ini mendukung kebutuhan sekolah dan masyarakat sekitar, dengan sistem pengelolaan air yang berkelanjutan,” katanya.

Tag
Share