Pikul Agama

Dahlan iskan--

SAAT ikut memikul tandu dewa Cheng Ho di Semarang, Minggu pagi lalu, pikiran saya melayang ke Kumaila nan cantik. 

"Tidak ada agama yang masuk akal", judul podcast anak muda yang hafal quran dan lulusan Institut Ilmu Alquran yang sekarang lagi viral itu. 

Tandu itu berat sekali. Dipikul empat orang. Banyak yang berebut ingin memikulnya. Termasuk tokoh-tokoh Tionghoa Semarang. 

Jam 05.00 pagi mereka sudah berkumpul di Kelenteng Besar Tay Kak Sie. Di Jalan Lombok. Dari situlah Dewa Cheng Ho diarak menuju Kelenteng Agung Sam Poo Kong. Bersama abu hio selama setahun di klenteng tersebut. 

BACA JUGA:Polda Jambi Bongkar Delapan Kasus Karhutla dalam Dua Pekan, Ini Detailnya!

BACA JUGA:Jasad Pria di Sungai Gelam Ternyata Disembunyikan dalam Lemari Tiga Hari Sebelum Ditemukan

Saya harus tahu diri. Maka begitu keluar dari Kelenteng Tay Kak Sie saya ingin menyerahkan posisi saya ke tokoh lain. "Sudah tidak kuat?" tanya ketua panitianya, Novi Sofian. 

Saya malu menjawab tidak kuat lagi. Novi cantik sekali. Lima ''i''. Dia aktivis Tionghoa terkemuka di Semarang. Pengusaha. Dua anaknyi laki-laki semua, sudah dewasa semua, ganteng-ganteng semua. Ternyata adik-adik Novi juga sama cantiknya. Pun ibunyi. Kakak laki-lakinyi, Tommy Su, selalu juara karaoke lagu Mandarin tingkat nasional. 

"Kalau masih kuat, terus saja, Pak," ujar Novi. 

"Nggak enak dengan yang lain," jawab saya.

BACA JUGA:UNJA Adakan Pelatihan Karier RIASEC untuk Guru SMP Negeri 30 Muaro Jambi, Dorong Identifikasi Bakat Siswa

BACA JUGA:Sebanyak 85 Perusahaan Mendukung Abror Untuk Menjadi Ketua DPD REI Jambi 

"Mboten menapa-menapa," kata Novi lagi. 

Maka saya pun terus memikulnya. Sepanjang Jalan Lombok. Penuh manusia di kanan-kirinya. Sebagian menonton. Ada juga yang tiba-tiba ke tengah jalan, menghadap tandu, lalu sembahyang di depan saya –maksud saya di depan Dewa Cheng Ho. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan