JAMBI – Konflik sosial yang terjadi di masyarakat Perumahan Aur Duri, mengenai keberadaan stockpile atau pelabuhan batu bara milik PT SAS, hingga kini belum menemukan titik terang.
PT SAS sendiri, sudah memiliki izin, dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), yang memungkinkan stockpile tersebut bisa beroperasi. Namun, penolakan dari masyarakat sekitar, khusus di Perumahan Aur Duri menjadi kendala tersebut, dan berlarut.
Pemprov Jambi, Pemerintah Kota Jambi, Pemerintah Kabupaten Muarojambi, adalah tiga pemda yang terlibat dan bekepentingan untuk mencari solusi terkait hal ini. Senin (27/11) kemarin, ketiga Pemda tersebut, dan juga PT SAS, mengadakan rapat tertutup di Rumah Dinas Gubernur Jambi.
Al Haris, seusai rapat mengatakan, pada awalnya, pengadaan lahan PT SAS ini, berada di Muarojambi. Kemudian, ada perubahan batas wilayah, sehingga saat ini lokasi lahan tersebut masuk ke wilayah Kota Jambi.
BACA JUGA:Polres Bungo Ungkap 295 Kasus
“Dari 70 hektar lahan mereka, yang terpakai sekarang ini 4 sampai 5 hektar. Amdal mereka sudah punya, dan sudah ada kajian lengkapnya. Tinggal proses di lapangan belum berjalan,” katanya.
Dalam rapat itu, lanjut Haris, disepakati bahwa akan dicarikan solusi, dengan cara membentuk tim yang melibatkan Pemprov Jambi, Pemkot Jambi, Pemkab Muarojambi, Polisi, dan Kejaksaan. Tim ini menurutnya akan melihat secara cermat persoalan yang terjadi, demi keberlanjutan investasi di Jambi.
“Masalah penolakan, tentu ada asal muasal masalahnya, itu yang harus kita jernihkan. Apakah kurang sosialisasi ke masyarakat, makanya tim akan bekerja. Ini konteks untuk mendorong percepatan jalan khusus batu bara ini. Sepanjang dokumen Amdal, semua kewajiban mereka penuhi, dan tidak berdampak ke masyarakat. Dan juga ada ahli yang sudah mengkaji,” katanya.
Dia mengatakan, tim ini akan bekerja secepatnya, minggu ini akan dikeluarkan terlebih dahulu Sknya. Sehinggi Desember, diharapkan persoalan ini sudah selesai.
BACA JUGA:Rp 73 Juta Digelapkan Secara Bertahap
Sementara itu, Fauzan, direktur PT SAS ketika ditanyakan mengenai komplen warga mengatakan mereka sudah memiliki izin yang lengkap, dikeluarkan oleh kementerian Perhubungan RI. Jika ada yang menolak karena terjadi polusi, Fauzan mengatakan stockpile belum beroperasi, sehingga belum ada polusi.
“Apa yang ditolak? Belum mulai, terkait polusi, aktivitas di sana belum mulai. Kalau disebutkan masalah dampak terhadap air, disana juga masih tanah kosong, belum ada apa-apa,” katanya.
Kemudian, lanjut Fauzan, jarak antara pemukiman warga dengan stockpile itu sendiri cukup jauh, yakni 1 kilometer. Dia membandingkan dengan kondisi di pulai jawa, dimana jarak antara stockpile dengan pemukiman sangat dekat sehingga bisa dilihat langsung.
“Itu di Jawa, bisa dilihat langsung oleh warga. Kalau kita ini 1 Km, tidak kelihatan dari pemukiman,” katanya.
BACA JUGA:Bareng BKMT dan Gerami, SAH Terus Menerus Sosialisasikan Germas
Fauzan mengatakan, pihaknya hanya menjalankan apa yang diminta oleh Pemda, berdasarkan kebutuhan saat ini. Dimana, dibutuhkan jalan khusus angkutan batu bara untuk mengurangti kemacetan di jalan nasional.
“Kami diperintahkan untuk mempercepat pembangunan jalan. Tapi kondisi sekarang, baru mau jalan, ada penolakan,” katanya.
Ditanyakan mengenai rencana sosialisasi kepada masyarakat setempat, Fauzan mengatakan pihaknya sudah beberapa kali akan menyosialisasikan, namun selalu ditolak oleh masyarakat.
Senada dengan itu, Lingga selaku Humas PT SAS mengatakan, Amdal tersebut sudah ada sejak 2015 lalu. Di dalamnya ada langkah-langkah mitigasi yang sudah terdokumentasi. Jalan khusus angkutan batu bara yang dibangun PT SAS itu sendiri menurutnya sepanjang 108 Km, mulai dari Sarolangun, Batanghari, hingga Muarojambi.
BACA JUGA:Wako Ahmadi Hadiri Malam Anugerah Lentera Muda Award Tahun 2023
“Jalur khusus ini tidak akan menggunakan jalan nasional. Untuk area yang sebidang dengan jalan nsional akan dibangun underpass atau terowongan. totalnya ada 4 titik underpass,” tandasnya. (enn/ira)