Kakak-kakak Boyamin juga aktivis. Di desa. Ada yang jadi ketua PPP ada yang jadi ketua Parmusi. Ayahnya: NU, tapi politik ayahnya Masyumi. Boyamin sendiri NU yang dibesarkan di Muhammadiyah. Anak nomor 4 dan 5, perempuan, sekolah di pondok NU di Boyolali dan Sukoharjo.
Kini keluarga Boyamin jadi sorotan. Penuh kontroversi: dapat amplop seberapa tebal? Terutama dari pihak Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka?
Dari hasil observasi saya di sekitar Boyamin, keluarga ini tidak berteman dengan keluarga Jokowi. Tidak ada hubungan. Kecuali ada info tandingan yang akuratnya melebihi info yang saya dapat ini.
Bahwa Boyamin menggugat ke MK itu memang salah satu hobinya. Sudah dua kali menang. Sering juga kalah. Soal masa jabatan di KPK itu, salah satu yang ia menang.
Ia memang pengacara. Punya kantor di Jakarta. Di Solo. Di BSD. Di Surabaya. Di Palembang.
Si sulung Almas, setelah lulus beberapa minggu lagi akan buka kantor pengacara di Balikpapan. Mandiri. Tidak gabung sang ayah.
Di desa Ngumpul, pun di desa saya, nama orang itu biasa hanya satu kata. Boyamin. Kalau lahir hari Kamis akan bernama Kademo, Katiyem, atau Kadimun. Bahwa namanya jadi Boyamin Saiman itu mirip dengan nama temannya yang dari Surabaya yang kini lagi di pedalaman Tiongkok. Sama-sama dari desa. Sama-sama anak petani: comot nama bapak sebagai nama belakang.
Sebagai pendiri MAKI, Boyamin masih bisa dibilang konsisten. Ia selalu menolak uang tutup mulut. Yang paling besar ketika ia menolak mulutnya ditutup dengan uang dalam perkara Djoko Tjandra.
Boyamin memang orang yang suka bikin sejarah dalam hidupnya. Pun kalau itu menimbulkan gempa di seluruh Indonesia.