BiLA saja pengamatan politik itu bermazhab, masuk mazhab manakah saya?
"Pak DI itu pinter. Substansinya mazhab Q tapi gaya tulisannya Mahzab M," ujar Muhammad Qodari, penguasa lembaga survei Indo Barometer.
BACA JUGA:Upayakan Cegah Penularan Mpox dari Wisatawan
Adalah pemikir Islam moderat Ulil Abshar Abdalla yang melihat belakangan ini muncul dua mazhab dalam penilai perpolitikan Indonesia.
Dua aliran itu adalah: mazhab SM dan mazhab MQ.
SM singkatan dari Saiful Mujani.
MQ adalah Muhammad Qodari.
Itulah dua jagoan lembaga riset politik Indonesia.
Saiful muncul lebih dulu lewat Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Saiful Mujani juga 10 tahun lebih senior. Ia lahir tahun 1962.
Q lahir tahun 1973.
SM alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. MQ alumni Universitas Indonesia.
SM mendapat gelar master di Amerika, MQ di Inggris.
Dua doktor politik ini dinilai oleh Ulil sebagai dua kiblat politik Indonesia. Ia tidak memperhitungkan tokoh lain seperti Dr Denny JA dari Lingkaran Survei Indonesia atau Dr Burhanuddin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia.
"Denny JA dan Burhanuddin Muhtadi kurang lebih satu aliran dengan Saiful Mujani," ujar Ulil.
Setelah lama tidak terdengar sebagai tokoh di Jaringan Islam Liberal, Ulil kini aktif di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia salah satu ketuanya.
Ulil belakangan juga konsisten mengajar kitab Ihya Ulumuddin karya filosof dunia Al Ghozali. Tiga kali seminggu Ulil mengajarkan kitab filsafat Islam klasik itu. Tiap Senin, Selasa, Kamis. Pukul 20.00. Secara online. Lewat YouTube, Facebook, dan X.
Kadang ia juga mengajarkan kitab lain karya Al Ghozali.
Saya pun minta izin menantu KH Mustofa Bisri itu untuk mengutip tulisannya soal dua mazhab tersebut. Silakan baca berikut di bawah ini.(Dahlan Iskan)
***
"Belakangan ini percakapan di medsos kita didominasi oleh isu mundurnya Ketua Umum Gokar Airlangga Hartarto.
Percakapan ini makin “panas” dan seru gara-gara seloroh Mr Q alias Muhammad Qatari tentang pohon besar dan tukang kayu.
Saya mengikuti percakapan ini dengan penuh minat. Saya menganggap prahara Golkar ini bukan saja menarik dipercakapkan. Ia jg menarik karena menandai dua mazhab dalam melihat politik Indonesia pasca-kemenangan Prabowo. Inilah observasi saya terhadap percakapan ini. Anda boleh setuju atau tidak dengan observasi ini; monggo saja.
1. Sentimen netizen terhadap “prahara” Golkar ini, terutama di platform X, cenderung negatif dan mencurigai Jokowi melakukan intervensi ke dalam Golkar. Netizen juga melihat ada upaya dari koalisi partai pemenang (KIM Plus) untuk ”menjegal” Anies Baswedan. Kesimpulan saya: di platform X suara yg anti pemerintah dan ”pro-Anies” lebih dominan.
Saya tidak tahu bagaimana ”tone” di platform yang lain, misalnya FB, IG, atau Tiktok. Saya tidak terlalu memperhatikan percakapan di platform-platform tersebut.
2. Ada dua mazhab politik dalam melihat prahara Golkar saat ini secara khusus dan politik Indonesia secara umum. Saya ingin menamai dua mazhab ini dengan dua nama pengamat politik yang suaranya menonjol dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pertama adalah Mazhab Saiful Mujani dan kedua Mazhab Muhammad Qodari.
Dua mazhab ini, menurut saya, sama-sama valid. Keduanya memperkaya cara kita melihat politik di negeri ini.
Tentu saja saya memiliki preferensi sendiri yang nanti akan menjadi jelas di ujung catatan ini.
3. Mazhab Saiful Mujani melihat dinamik politik Indonesia pasca Pemilu 2024 dalam dua kerangka. Keduanya sering dipakai oleh para Indonesianis dari Barat (terutama Amerika dan Australia) pada umumnya: yaitu (a) kerangka ”kemunduran demokrasi” (democratic backsliding/regression) dan (b) terjadinya kartelisasi dalam politik kita.
Inti Mazhab Saiful Mujani adalah: demokrasi Indonesia rusak atau dalam proses menuju rusak karena hilangnya kompetisi gara-gara kartelisasi.