SAROLANGUN – Ternyata benar adanya. Menuju sukses itu, tak semudah yang dibayangkan. Hal inilah yang terlihat pada sejumlah siswa di Kabupaten Sarolangun.
Baru-baru ini, viral di media sosial, potret siswa-siswi di Kabupaten Sarolangun terpaksa masuk ke kebun karet hanya untuk mencari sinyal internet.
Ya, siswa-siswi ini terpaksa mencari sinyal internet agar bisa mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
Mereka diketahui, siswa-siswi di MTS Raudatut Tholibin, Desa Meranti Baru, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Jambi.
BACA JUGA:Inflasi Kabupaten Merangin Terkendali, IPH Tetap Stabil pada 1,60
Berita ini pertama kali dilaporkan oleh akun Instagram @Kabarjambiupdate pada Selasa 10 Sepetmber 2024.
Dalam unggahan tersebut, terlihat siswa dan guru dari MTS Raudatut Tholibin harus mencari sinyal di kebun karet agar bisa mengikuti ANBK, sebuah program evaluasi yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek).
"Pihak sekolah berharap pemerintah setempat bisa membantu memfasilitasi sinyal internet agar siswa tidak perlu keluar sekolah lagi," tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
BACA JUGA:Siswa dan Guru di Sarolangun Viral Usai Melaksanakan ANBK di Kebun Karet, Begini Komemtar Netizen
Keterbatasan akses internet bukanlah hal baru di sejumlah desa di Provinsi Jambi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jambi, pada tahun 2020, terdapat 70 desa yang masih menggunakan sinyal 2.5G/E/GPRS untuk telepon seluler.
Bahkan, 20 desa lainnya tidak memiliki akses sinyal seluler sama sekali.
Pada tahun 2021, kondisi ini sedikit membaik dengan jumlah desa tanpa sinyal berkurang menjadi 14.
Namun, masih ada 86 desa yang terbatas pada sinyal 2.5G.
Desa-desa yang terkendala akses sinyal ini tersebar di berbagai kabupaten, termasuk Kerinci, Merangin, Sarolangun, Tanjab Barat, dan Tebo.
BACA JUGA:Istana Pastikan Aparat Pemukul Warga di Samarinda Bukan Anggota Paspampres
Jaringan GPRS, yang juga dikenal sebagai teknologi 2.5G, memiliki kecepatan transfer data yang sangat rendah, berkisar antara 56 Kbps hingga 115 Kbps.
Bandingkan dengan teknologi 4G yang umum di perkotaan, mampu memberikan kecepatan hingga 1.000 Mbps.
Ini menyebabkan masyarakat di desa-desa tersebut kesulitan mengakses layanan digital, termasuk ANBK.
Keterbatasan akses internet menjadi tantangan serius bagi penduduk desa di Jambi, termasuk para siswa yang harus berjuang mencari sinyal untuk bisa ikut program pendidikan berbasis teknologi.(zen)