Ada Warung Kopi di Fuqing. Anda sudah tahu Fuqing: kampung kelahiran leluhur banyak pengusaha besar di Indonesia.
Kata ”Kopi” di situ kepanjangan dari Komunitas Persaudaraan Indonesia. Kata ”Warung” dipilih agar terasa welcome untuk siapa saja yang ada hubungan darah dengan Indonesia.
Saya makan malam dengan warga Warung Kopi kemarin malam. Di resto Linjia, terbaik di Fuqing.
BACA JUGA:Bongkar Sosok Selingkuhan Paula Verhoeven
BACA JUGA:AI Jadi Kebutuhan Pasar Kerja Pentingnya Pengembangan Skill Lewat Pelatihan
Kami dipilihkan sebuah ruang dengan meja bundar. Bundarannya besar sekali. Mirip meja bundarnya KTT G-19.
Pendiri Warung Kopi itu adalah Christopher Tungka. Ia seorang direktur perusahaan milik teman saya. Orang Indonesia. Pabrik suku cadang mobil di Fuqing. Sejak lebih 30 tahun lalu.
Suku cadang itu awalnya khusus untuk pasar dalam negeri Tiongkok. Kini sudah ekspor ke banyak negara kecuali Indonesia.
Di tempat kelahirannya di Jatim, ia memang sudah punya pabrik sendiri untuk pasar Indonesia. Tentu, pemilik pabrik itu, Anda kenal --karena ia teman baik saya.
Chris alumni Ubaya, universitas terkemuka di Surabaya --dengan sejarah yang serupa dengan Trisakti Jakarta.
Ia dari teknik industri. Begitu lulus Chris diterima kerja di Bank Bali. Tapi ia diminta keluarga menemani sepupu belajar bahasa Mandarin di Guangzhou. Jadilah Chris ikut sekolah Mandarin.
Chris pegang marketing di perusahaan tersebut. Ia baru pulang dari Guatemala, Peru, Chili dan negara sekitar --mengembangkan pasar di sana.
Di meja makan bundar itu beberapa anak muda dari Warung Kopi ikut makan. Salah satunya asli Medan. Umur 30 tahun. Masih jomblo. Sukunya Chaozhou (Tiucu).
Namanya: Stenley.
Setelah tamat SMA Methodis 3 Medan Stenly kuliah di Xiamen. Itulah SMA terbaik setelah SMA Dr Sutomo di Medah. Di antara SMA Methodis sendiri yang Nomor 3 ini yang terbaik. Ada 11 SMA Methodis di Medan.
Setelah lulus S-1 Stanley diterima bekerja di perusahaan Xiamen yang punya banyak usaha di Indonesia: CND Xiamen. Ini grup besar. Termasuk pemegang saham Xiamen Airlines.
Di perusahaan itu Stantey banyak menerjemahkan dokumen ke dalam bahasa Mandarin. Dokumen-dokumen itu umumnya terkait dengan peraturan dan hukum. Maka ia ambil keputusan: ambil S-2 di bidang hukum. Juga di Universitas Xiamen.
Di situ Stenley jadi satu-satunya mahasiswa S-2 hukum dari Indonesia. Tesis S-2 nya ia tulis dalam bahasa Mandarin. Sebanyak 60 halaman. Yang ia bahas: hukum bilateral Indonesia-Tiongkok.
Stanley menjadi orang langka: paham hukum Indonesia dan hukum Tiongkok.
Di meja bundar itu ada juga anak Madura. Dari Kraksaan. Alumni pesatren Nurul Jadid, Probolinggo --adik kelas Novi Basuki. Saya akan tulis khusus tentang anak ini lain kali.
Ada lagi dari Medan. Awalnya ia juga hanya menemani keluarga yang ingin belajar Mandarin. Sekalian menghindar dari kerusuhan 1998.