Ia dari keluarga pemilik pabrik pancing terbesar di Indonesia. Namanya: Hugo Charly.
Kini Hugo menetap di Quanzhou. Juga mendirikan pabrik pancing di sana --bisa ekspor ke Eropa.
Untuk acara makan malam ini Hugo datang bersama istri. Juga membawa dua anak. Masih balita. Dua-duanya lahir di Quanzhou --kampung halaman leluhur pemilik kopi Kapal Api.
Keluarga muda ini datang berkendara. Lewat jalan tol. Perlu 1,5 jam. Saya minta maaf padanya: berpayah-payah ke Fuqing.
Apakah anak-anaknya nanti berhak jadi warga negara Tiongkok? Seperti setiap anak yang lahir di Amerika berhak jadi warga negara Amerika?
BACA JUGA:Jaminan Kesehatan untuk Mantan Menteri, Jokowi Terbitkan Perpres Baru
BACA JUGA:Bawaslu Pastikan Tindaklanjut Temuan Pelanggaran Pemilu
"Tidak bisa. Tidak sama dengan di Amerika," ujar Hugo Charly. "Saya dan istri sama-sama warga negara Indonesia. Anak-anak otomatis tetap warga negara Indonesia," tambahnya.
Dua balita itu pun jadi peserta KTT yang paling kecil. Mereka baik-baik. Tidak rewel. Asyik makan. Tidak pernah intrupsi. Mereka sering memandang kami yang asyik bicara dalam bahasa Indonesia.
Setelah makan kami pun jalan-jalan malam bersama mereka. Kota Fuqing sudah disulap jadi serba baru. Serba gemerlap. Pusat kotanya. Pinggir sungainya.
Saya sudah tidak kenal lagi kota ini. Saya pernah ke sini. Sekitar 20 tahun lalu. Yakni saat ayah Alim Markus meninggal dunia.
Anda sudah tahu Alim Markus, bos Maspion Group yang populer dengan iklan di TV cintailah ploduk-ploduk Indonesia itu.
Saya ingin bertanya pada Hugo tapi malu: apakah ada ikan 9 tidak bisa dipancing. Misalnya jenis ikan yang bentuk mulutnya seperti politisi.
Saya juga ingin bertanya: kenapa perusuh Disway tergolong yang sulit dipancing.(Dahlan Iskan)