JAMBIKORAN.CON - Polemik mewarnai pelantikan anggota DPRD Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. LL, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan anak di bawah umur tahun 2014, dilantik menjadi anggota DPRD dari Partai Hanura untuk masa jabatan 2024-2029.
Kasus pembunuhan tersebut terjadi pada tahun 2014. Korban, berinisial W, dikeroyok saat mengikuti acara joget di Lingkungan Topa, Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi. Dua pelaku, RLD dan LH, ditangkap dan dihukum 4 tahun 6 bulan karena menyebabkan korban meninggal dunia. Namun, LL yang juga terlibat dalam kasus ini melarikan diri dan ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Wakatobi. Kekecewaan keluarga korban muncul setelah mengetahui LL mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih. Kuasa hukum keluarga korban, Laode Muhammad Sofyan Nurhasan, mempertanyakan sikap Polres Wakatobi yang meloloskan berkas SKCK LL untuk pencalonan legislatif. "Kami mempertanyakan hal itu karena status LL sebagai DPO belum dicabut sampai sekarang," ujar Sofyan. "Terus kami juga mempertanyakan kok bisa seorang DPO, polisi bisa terbitkan SKCK-nya." BACA JUGA:PHRI Jambi Keluhkan Pajak Air Tanah yang Naik Sembilan Kali Lipat, Bebani Pengusaha Hotel BACA JUGA:Inspirasi Bangsa, Aldi Satya Mahendra Bawa Pulang Gelar Juara Dunia WorldSSP300 ke Indonesia Pihak keluarga korban bersama kuasa hukum telah melaporkan ke Propam Polda Sultra karena sikap Polres Wakatobi yang tidak merespons keluhan mereka dan tidak menangkap LL. Menanggapi hal ini, Kapolres Wakatobi, AKBP Dodik Tatok Subiantoro, menyatakan bahwa pihaknya telah membuat surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk kasus pembunuhan tersebut. Dodik menjelaskan bahwa LL saat ini berstatus DPO saksi, bukan tersangka. "Yang bersangkutan ini statusnya belum dinaikkan jadi tersangka," kata Dodik. Terpisah, Ketua DPD Hanura Sultra, Wa Ode Nurhayati, meyakini kadernya itu tidak terlibat dalam kasus pembunuhan. Ia berpendapat bahwa pencalonan LL sebagai anggota legislatif telah memenuhi syarat sesuai peraturan KPU. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang penegakan hukum di Indonesia. Keluarga korban merasa keadilan belum tuntas mereka terima, sementara LL yang berstatus DPO dilantik menjadi anggota DPRD. Psikolog Forensik Reza Indragiri Amril menilai bahwa kasus ini menimbulkan stigma negatif terhadap LL, yang seolah-olah sudah terkunci dalam anggapan sebagai pelaku. "Idealnya, apalagi mengingat statusnya sebagai wakil rakyat, si DPO segera mendatangi Polres Wakatobi untuk diperiksa," kata Reza. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi bukti bahwa masih banyak celah dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. (*
Kategori :