Presiden, “PLTA Gratiskan Listrik untuk Masyarakat Kerinci”?

Jumat 09 May 2025 - 20:48 WIB
Reporter : Saprial
Editor : Surya Elviza

OPINI

Oleh: Pebi Julianto (Dosen IAIN Kerinci)

KERINCI,JAMBIKORAN.COM  - Di tengah gemuruh pembangunan nasional, sebuah kabar besar mengalir dari kaki Bukit Barisan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci, proyek raksasa bernilai puluhan triliunan rupiah yang telah dibangun sejak beberapa tahun lalu, dikabarkan akan segera diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto. 

Proyek ini digarap oleh PT. Kerinci Merangin Hidro (KMH), dan kelak akan menghasilkan energi bersih yang tidak hanya menerangi Kerinci, tetapi juga menyuplai kebutuhan listrik di sebagian besar wilayah Sumatera.

Namun, di balik megahnya proyek ini, tersimpan cerita lain yang perlu didengar. Selama proses pembangunan, masyarakat sekitar menghadapi berbagai dampak negatif yang tidak ringan. Jalan, rumah masyarakat rusak akibat mobilisasi alat berat dan material. 

Sungai yang dulu jernih kini mudah meluap dan membawa banjir, karena aktivitas tambang material di kawasan hulu. Tak sedikit juga terjadi gesekan sosial karena pembebasan lahan dan perbedaan persepsi soal kompensasi, diperparah dengan propaganda adat dan tokoh masyarakat.

BACA JUGA:Manfaat Minum Air Kelapa untuk Kesehatan, Lebih dari Sekadar Pelepas Dahaga

BACA JUGA:Pimpin Apel Siaga Karhutla, Bupati BBS Minta Perusahaan Perkebunan Miliki Sarana Memadai dan SDM yang Handal

Dalam studi yang dilakukan oleh European Environmental Conflict Network (2023), proyek-proyek energi besar di negara-negara Eropa Timur menunjukkan pola serupa. Pembangunan yang mengabaikan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat lokal berujung pada konflik sosial, keretakan komunitas, dan hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah maupun investor. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Bahwa kemajuan tak boleh dibayar dengan penderitaan rakyat kecil.

Selaras dengan rekomendasi sementara disertasi Hengki Fernanda, mahasiswa doktoral Studi Kebijakan Universitas Andalas yang meneliti di PLTA Kerinci, pihak pengelola proyek PLTA diharapkan mengedepankan pendekatan yang partisipatif dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek. Hal ini mencakup proses pemberian kompensasi yang adil, serta pengelolaan dampak sosial secara menyeluruh dan berkelanjutan. Selain itu, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) harus diarahkan secara strategis untuk mendukung upaya konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal, guna memastikan bahwa pembangunan PLTA tidak hanya mengutamakan aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga berpihak pada keadilan sosial dan kelestarian ekosistem.

Apalagi, konstitusi Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa kekayaan alam, air, bumi, dan segala isinya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Air yang mengalir dari sungai-sungai di Kerinci bukan hanya milik perusahaan, tapi milik seluruh rakyat Kerinci. Maka, sewajarnya pula jika rakyat mendapat manfaat nyata dan langsung dari apa yang dikorbankan tanah mereka.

Dari berbagai forum diskusi intelektual dan tokoh masyarakat di Kerinci, muncul harapan yang menggetarkan nurani. Agar listrik yang dihasilkan dari tanah mereka, air mereka, dan udara mereka, juga bisa dinikmati secara cuma-cuma. Setidaknya, masyarakat Kerinci mendapatkan listrik gratis sebagai bentuk penghormatan atas peran dan pengorbanan mereka dalam pembangunan nasional.

BACA JUGA:Dewan Segera Panggil OPD dan Pemilik Villa Bukit Diza

BACA JUGA:Spanyol akan Ajukan Resolusi PBB, Soal Aksi Konkret Atasi Krisis Gaza

Sebuah riset dari University of Copenhagen (2023) mengungkap bahwa penyediaan listrik gratis bagi komunitas lokal di sekitar pembangkit energi di Denmark terbukti mampu menurunkan konflik, meningkatkan kepercayaan terhadap negara, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis komunitas. Mereka tidak merasa dimanfaatkan, tetapi diberdayakan.

Kategori :