Ia menawarkan cara yang terstruktur dan aplikatif untuk membantu individu, baik yang mengalami trauma maupun para pendamping, dalam proses pemulihan psikologis.
Jiemi mengatakan memori traumatiknya mempunyai muatan emosional yang bisa mengganggu, sehingga diharapkan metodenya ini bisa menetralkan emosi dari pengalaman trauma dan tidak lagi menjadi pemicu di masa depan.
"Karena memori traumatik itu punya muatan emosional yang membuat seseorang merasa terganggu, bukan memorinya, sehingga ketika emosinya bisa kita kurangi atau sebenarnya yang diharapkan adalah emosinya dinetralkan, maka memori tadi tidak lagi mengganggu dan tidak lagi men-trigger di masa depan," katanya.
Dokter lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta ini mengatakan proses penulisan buku "Pulih dari Trauma" memakan waktu tiga tahun dari buku yang sebelumnya "Merawat Luka Batin", karena memerlukan refrensi literatur yang cukup banyak.
Ia juga mengatakan buku tentang penanganan trauma masih belum banyak sehingga ia berharap bukunya kali ini bisa sebagai refrensi untuk membantu masyarakat bahwa trauma bukan tanda kelemahan namun respons yang bisa dipulihkan.
"Harapannya orang makin sadar, trauma itu wajar, trauma itu bisa dialami. Tidak menyalahkan dirinya, tapi juga tidak diam saja seakan ini harus dibawa seumur hidup, bahwa ini sesuatu yang bisa kita selesaikan. Itu harapan saya," kata Jiemi. (*)
“Kalau trauma bisa ditularkan, maka pemulihan, kekuatan, dan welas asih juga bisa ditularkan,” tegasnya.
Menurutnya, penyembuhan bisa diperkuat dengan pengulangan narasi positif yang berlawanan dengan memori traumatik, seperti afirmasi bahwa ancaman telah berlalu.
BACA JUGA:Geger! 200 Kg Ganja Ditemukan di Simpang Rimbo, Polisi Amankan Dua Orang
Jiemi menganjurkan agar siapa pun yang merasa tidak mampu menghadapi trauma sendiri segera mencari bantuan profesional. Penanganan yang tepat akan membantu mencegah trauma berkembang menjadi gangguan yang lebih serius. (*)