Ombudsman RI: Harga Beras Tinggi Bukan Akibat Stok Minim, Tapi Karena Buruknya Tata Kelola

Kamis 02 Oct 2025 - 11:15 WIB
Reporter : Finarman
Editor : Finarman

JAKARTA -  Ombudsman Republik Indonesia mengungkapkan bahwa lonjakan harga beras yang terjadi saat ini bukan disebabkan oleh kekurangan stok, melainkan karena lemahnya sistem tata kelola perberasan nasional.

Hal ini disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers bertema “Menjamin Hak Publik atas Beras Berkualitas dan Terjangkau”, yang digelar di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan.

Yeka menjelaskan, hasil pemantauan yang dilakukan Ombudsman sejak Agustus 2025 di beberapa wilayah strategis, seperti Karawang, Pasar Induk Beras Cipinang, serta 137 ritel tradisional di 25 provinsi dan sejumlah ritel modern di Jabodetabek, menunjukkan adanya penurunan pasokan gabah ke penggilingan padi.

Bahkan, dari 35 ritel modern yang dipantau di wilayah Jabodetabek, sebanyak delapan ritel tidak memiliki stok beras sama sekali.

BACA JUGA:Membanggakan! Artikel M. Azik, Mahasiswa UIN STS Jambi Tembus Jurnal Internasional Scopus Inggris

BACA JUGA:Terungkap! Emak-Emak Komplotan Copet Ternyata Residivis Ada Hubungan Keluarga

Saat ini, harga beras premium berkisar antara Rp14.700 hingga Rp32.400 per kilogram, sementara beras non-premium dijual dengan harga Rp21.000 hingga Rp37.500 per kilogram.

Meski beras SPHP dijual dengan harga lebih rendah, yakni Rp12.500 per kilogram, mutu dan kualitasnya banyak dikeluhkan masyarakat.

“Cadangan beras pemerintah pun dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dari total stok Bulog sebanyak 3,9 juta ton, sekitar 1,2 juta ton di antaranya berusia lebih dari enam bulan dan berpotensi rusak. Ini bisa menyebabkan disposal hingga 300 ribu ton, dengan potensi kerugian negara sekitar Rp4 triliun,” jelas Yeka.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa realisasi penyaluran beras SPHP baru mencapai 302 ribu ton atau sekitar 20 persen dari target nasional sebesar 1,5 juta ton.

BACA JUGA:Kadis Kominfo hingga Kadishub Dirotasi, Ini Nama-nama Pejabat Eselon II Kota Jambi yang Dilantik Walikota

BACA JUGA:XLSmart Uji Coba Implementasi Registrasi Kartu SIM dengan Menggunakan Teknologi Biometrik Pengenalan Wajah

Rata-rata distribusi hariannya pun masih sangat rendah, hanya sekitar 2.392 ton per hari, jauh dari kebutuhan ideal sebesar 86.700 ton per hari.

Sementara itu, bantuan pangan yang telah disalurkan mencapai 360 ribu ton atau sekitar 98,62 persen, namun angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meski program SPHP dan bantuan pangan telah berjalan, keduanya belum cukup efektif menekan harga beras yang masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Yeka menyoroti bahwa buruknya pengelolaan di tingkat pengadaan, penyimpanan, dan distribusi cadangan beras pemerintah berdampak pada pembengkakan biaya operasional. Potensi kerugian negara akibat hal ini diperkirakan mencapai Rp3 triliun.

“Situasi ini membuka peluang terjadinya maladministrasi. Mulai dari risiko kerusakan stok, buruknya kualitas distribusi SPHP, langkanya stok di ritel modern, harga di atas HET, hingga potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan cadangan beras,” ungkapnya.

BACA JUGA:Hakim Jatuhkan Hukuman 9 Tahun Penjara pada Vadel Badjideh, Ibunda Tak Kuasa hingga Pingsan

BACA JUGA:Israel Hadang Kapal Bantuan Internasional, Greta Thunberg Selamat namun Ditahan

Menurutnya, masyarakat kini dihadapkan pada kondisi yang ironis: harga beras mahal, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Jika dibiarkan, hal ini bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penyelenggara urusan pangan.

Sebagai langkah korektif, Ombudsman memberikan lima rekomendasi penting kepada pemerintah, di antaranya: memperkuat distribusi SPHP dengan menjamin mutu dan ketersediaan, mendorong Satgas Pangan melakukan evaluasi menyeluruh.

Lalu, menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan melibatkan pelaku usaha secara transparan, menjamin bantuan pangan bagi masyarakat kurang mampu hingga akhir 2025, dan meminta Presiden RI menugaskan BPKP untuk melakukan audit dan evaluasi tata kelola perberasan secara menyeluruh.

“Ombudsman juga akan melakukan investigasi mendalam terkait sistem pengelolaan cadangan beras pemerintah agar ke depan lebih akuntabel, efisien, dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara merata,” pungkas Yeka. (*)

Kategori :